Aku sama sekali tak pernah mau terjebak lagi. Sama sekali tak mau. Aku sudah cukup dapat mengecap yang namanya pahit, masam, dan getir. Aku sekali ini yakin kau tau semua maksudku. bahkan ketika aku memandangmu dalam-dalam. Ketika aku menghujamkan pandanganku tepat di bola mata kemudian aku berusaha menarikmu agar mengerti semua yang kukatakan lewat tatapan. Aku bahkan percaya kau sudah hapal dengan semuanya.
Ya, tapi aku sudah terlalu mengerti dengan semua ini. Tentang kalian yang pasti memiliki sisi berengsek yang tak bisa begitu saja dimaafkan.
Aku tak mau lagi terjebak. Aku akan membiarkan diriku mencair dan larut bersamamu. Walau sesungguhnya aku dan kamu itu bagai minyak dan air. Unsur utama kita tak dapat saling bersatu. Kau tahu maksudku? Aku yakin dan percaya, kau pasti tahu.
Tak ada yang kuungkapkan. Tak akan ada hal yang akan membuatku demikian. Kita akan berjalan beriringan. Entah kenapa, aku hanya ingin tertawa dan membiarkanmu tumpah padaku selalu. Betapa diksi dapat membuat kita terdiam (Kiki, 2015). Betapa situasi tak dapat terwakilkan oleh bahasa. Ya, kita hanya terdiam dalam diam. Atau hanya aku yang diam? Atau hanya aku yang ternggelam. Atau hanya aku yang . . . .
Sekali ini aku akan membiarkan nafasku larut dan membiarkanku berjalan sesuai waktu. Aku akan beku oleh waktu. Tak akan memaksamu. Karena pada hakikatnya kita adalah unsur yang tak dapat bersatu.
Ya, tapi aku sudah terlalu mengerti dengan semua ini. Tentang kalian yang pasti memiliki sisi berengsek yang tak bisa begitu saja dimaafkan.
Aku tak mau lagi terjebak. Aku akan membiarkan diriku mencair dan larut bersamamu. Walau sesungguhnya aku dan kamu itu bagai minyak dan air. Unsur utama kita tak dapat saling bersatu. Kau tahu maksudku? Aku yakin dan percaya, kau pasti tahu.
Tak ada yang kuungkapkan. Tak akan ada hal yang akan membuatku demikian. Kita akan berjalan beriringan. Entah kenapa, aku hanya ingin tertawa dan membiarkanmu tumpah padaku selalu. Betapa diksi dapat membuat kita terdiam (Kiki, 2015). Betapa situasi tak dapat terwakilkan oleh bahasa. Ya, kita hanya terdiam dalam diam. Atau hanya aku yang diam? Atau hanya aku yang ternggelam. Atau hanya aku yang . . . .
Sekali ini aku akan membiarkan nafasku larut dan membiarkanku berjalan sesuai waktu. Aku akan beku oleh waktu. Tak akan memaksamu. Karena pada hakikatnya kita adalah unsur yang tak dapat bersatu.