Setiap cerita pasti berawal dari sebuah pengalaman nyata,
baik yang terjadi di dalam kehidupan pribadi seseorang maupun kehidupan yang
disaksikan oleh indera-indera seseorang. Teruntuk engkau, wahai lelaki yang
acap kurindukan, entah rinduku akan berakhir di mana namun rasa-rasanya, rindu
ini akan senantiasa melekat kuat dan hebat.
Sayang sekali rasanya, tak berapa lama kita bertemu. Namun
sejatinya, kala aku mengingat segala hal tentangmu, air mata ini senantiasa
seketika membeludak dan meleleh panas di pipi. Kemudian aku langsung terlempar
jauh ke beberapa tahun kala kita masih bersama.
Hingga kini, aku selalu masih membayangkan, bagaimana
keadaanku jika kau masih di sisiku dan menemaniku sampai saat ini, bagaimanapun
keadaanmu. Aku masih membayangkan, betapa aku mempunyai cerita yang sama dengan
manusia lain yang memilikimu dan bisa membuatmu tersenyum.
Hingga kini, aku masih berlinangan air mata kala mengingat
segala hal tentangmu. Aku bukan terlalu cengeng. Aku hanya rindu sekali akan
dirimu. Namun bagaimanapun, aku hanya bisa menangis panas.
Aku masih terbayang aura, senyum, marah, dan garis wajahmu.
Namun rasa-rasanya aku tak pernah mau terlalu larut dalam ilusi bayanganmu.
Lagi-lagi itu hanya membuatku tersedu.
Betapa kau mengajariku banyak hal dengan waktu yang
sesingkat itu. betapa kau meninggalkanku secepat itu. dan hingga kini, aku
masih membayangkan kau masih ada denganku.
Teruntuk lelaki hebat yang acap membuatku menangis.
Aku hanya dapat mengenang kembali masa-masa yang amat lama.
Mengenang ketika betapa bahagianya aku ketika kau mengantarku ke sekolah dan
membelikanku biskuit coklat untuk bekal. Mengenang ketika kau menjanjikanku
jalan-jalan saat aku berani mengikuti imunisasi di sekolah. Mengenang ketika
kau mengajakku makan di kedai makanan sepulang sekolah. Membelikanku es bon-bon
jika puasaku penuh. Membelikan sepatu dan tas baru saat nilaiku bagus. Hanya
sebatas itu.
Awalnya, aku tak pernah punya nyali untuk bertegur sapa
denganmu karena kau selalu dalam keadaan
lelah. Aku sama sekali tak berani menjatuhkan pena dari atas laci lemari ketika
kau tertidur. Aku selalu takut membuatmu terbangun. Aku selalu segan meminta
uang jajan karena aku tak yakin kau tahu berapa uang jajan yang biasa diberikan
kepadaku. Aku tak pernah berani meminta dua kali saat kau berkata “tidak”.
Dan kini, entah apa rasanya, menyesal mungkin, karena tidak
pernah mengenalmu lebih dalam lagi.
Kemudian kini, terkadang aku tak pernah mempercayai seorang
lelakipun, kecuali kau. Hanya kau lelaki yang sangat kurindukan. Bahkan,
rasa-rasanya tak akan pernah ada lelaki yang mampu menggantiikanmu.
Wahai lelaki yang selalu membuatku berusaha, tujuh tahun
bukan waktu yang singkat dan bukan pula waktu yang lama. Aku telah merindukanmu
selama itu dan aku masih terus akan menyambung rindu sampai akhir hayatku.
Semoga kelak kita dipertemukan kembali dan kau akan membawakanku sekotak es
bon-bon manis dan biskuit cokelat. Semua tentangmu, selalu membuatku
melayangkan doa dan air mata.
Wahai lelaki yang telah tenang di surga, aku merindukanmu
dan akan selalu merindukanmu.