Untuk mengawali segala hal memang terasa sulit. Untuk memulai hal yang baru juga terasa berat. Akan tetapi, jika tak pernah berani untuk memulai, tak akan pernah ada pelajaran dan pencapaian.
Akhirnya, saya telah sampai di titik ini. Ketika usia sudah tidak lagi belasan, mungkin saja berhenti, dan tidak mungkin berkurang. Rasa-rasanya belum ada apa-apanya dan belum bisa apa-apa.
Merencanakan membuat hadiah kecil untuk diriku sendiri sebagai penghargaan atas keberanian dan ketangguhan diriku selama ini pun terasa sulit untuk dilakukan. Banyak kegamangan yang terlintas di benak. Apakah bisa? Apakah sukses? Apakah berhasil? Membuat saya terkesan, membuat saya berbenah diri, dan membuat saya menjadi lebih baik.
Pada akhirnya, di malam yang semakin larut dan hari mulai berganti, saya memberanikan diri untuk merajut satu dua kata, mengapresiasi kegagalan dan kebangkitan diri ini selama 23 tahun.
Dua puluh tiga. Ketika kebanyakan teman sudah memiliki okupasi tetap dan membina rumah tangga, saya masih mencoba mencari jati diri. Mencari sesuatu yang ingin benar-benar saya capai dan mencari tujuan untuk umur-umur saya kemudian. Dua puluh tiga.
Tidak pernah sebelumnya terlintas, sudah seperti apa saya di dua puluh tiga? Sudah bekerja kah? Atau melanjutkan studi kah? Keinginan klasik mungkin. Saya rasa setiap manusia di dua puluh tiga pasti punya pemikiran hal tersebut. Ah, satu lagi. Menikah kah? Namun, saya sama sekali tidak berkeinginan untuk mewujudkan keinginan klasik nomor tiga itu sekarang-sekarang (atau bahkan sampai nanti).
Dua puluh tiga. Banyak pengharapan yang tertera dalam angan. Banyak keinginan yang ingin diwujudkan. Namun kenyataannya, di dua puluh tiga ini saya masih ragu untuk melangkah dan gamang untuk memilih. Bisa kah aku menjadi dewasa lagi di dua puluh empat dan seterusnya?
Dua puluh tiga bukan usia remaja lagi. Bukan saatnya lagi main-main dalam hidup dan menggantungkan kehidupan pada orang lain. Dua puluh tiga diharapkan bisa menjadi awal dari segala keberanian dan kesuksesan.
Namun demikian, pertambahan usia tidak selamanya menyenangkan. Saya selalu berpikiran bahwa, usia saya berhenti di sembilan belas.
Mengapa sembilan belas? Bagi saya, sembilan belas merupakan usia puncak ekplorasi dan ekspresi diri. Betapa bahagianya ketika sudah bukan anak-anak (atau remaja picisan lagi) dan bukan pula sebagai orang dewasa dengan beban 'kepala dua'. Sejujurnya, usia terindah saya memang pada sembilan belas. Saya mulai bisa mewujudkan harapan-harapan kecil, mulai belajar berani, mulai tertawa lepas, mulai menjatuhkan diri dalam permasalahan, dan mulai berharap mempunyai kehidupan yang baik.
Sembilan belas menjadi puncak keaktifan. Usia dengan penuh gairah dan energi. Bersemangat, tak gentar, tak takut, dan selalu ingin mencoba.
Andai sembilan belasku bisa kembali. Akan tetapi, usia terus bertambah, mungkin saja berhenti, dan tidak mungkin berkurang. Namun, semangat dan jiwa akan saya atur untuk senantiasa pada sembilan belas, entah ketika dua puluh empat, dua puluh lima, dan seterusnya.
Saya tidak pernah tahu, pada usia berapa saya berakhir. Saya juga tidak tahu dalam kondisi seperti apa nanti usia saya berakhir.
Ada harapan kuat yang ingin saya wujudkan untuk dua puluh tiga dan seterusnya. Menjadi sosok yang terus belajar dan senantiasa memperbaiki diri. Mempunyai banyak teman, bisa membuat bahagia orang-orang di sekitar, dan berbaikan pada kenyataan.
Kehidupan selama dua puluh tiga tahun ini benar-benar terjal dan berliku. Saya harap air mata saya tak pernah lagi keluar jika itu untuk kesedihan dan kelemahan. Saya tidak ingin air mata saya keluar untuk orang yang menyakiti dan untuk kegagalan.
Saya harap di usia dua puluh tiga ini kehidupan senantiasa bahagia layaknya sembilan belas. Semangat berkobar seperti pada sembilan belas. Keceriaan dan kebahagiaan senantiasa terpancar seperti sembilan belas.
Sembilan belas, penghujung usia kepala satu yang penuh gelora dan semangat. Sebelum menginjak kepala dua yang penuh dengan tanggung jawab.
Semoga, seiring bertambahnya usia, saya bisa menjadi lebih baik. Tak pernah ada kado terindah selain doa yang tulus dan keinginan kuat untuk terus memperbaiki diri
Bertambahnya usia bukan perkara pesta dan hura-hura. Ada sejuta tanggung jawab dan kewajiban yang mesti diselesaikan.
Malam kemudian larut bersama awan hitam, bulan, dan beberapa titik bintang. Semoga harapan-harapan saya melebur dan di-aamiin-i oleh mentari fajar.
Aamiin.