Masih terasa sedih.
Aku tak tau kenapa dia bisa pergi secepat itu. Tanpa benar-benar aku sadari.
Aku kira aku bakal bersama dia terus, terus, teruuuuus~ Dulu, waktu masih
berkenalan, aku kira aku tidak akan sebetah ini dengannya. Aku kira aku masih
akan memikirkan yang lama. Namun, seiring berjalannya waktu, dia bisa diajak
kompromi, kerja sama, latihan, terik, panas, penampilan, apa pun lah. telah aku
habiskan waktu hampir sepuluh bulan ini. Aku mungkin bukan termasuk teman yang
baik untuknya. Aku terbilang jarang latihan, sehingga aku jarang bertemu
dengannya, jarang merawatnya walau sekadar mengelap, sering membenturkannya
dengan alat yang lain. Ah, tapi di balik ketidakpedulian itu aku menyimpan rasa
yang sangat tidak bisa diutarakan begitu saja. Aku masih ingat, ketika liburan
bulan Ramadan, aku pulang ke rumah dan aku meninggalkannya dalam waktu lima
minggu. Aku membiarkannya lima minggu di dalam gudang, sampai akhirnya mas Samy
memberi tahu bahwa membrannya dicat. Aku girang bukan kepalang. Aku pun menyesal,
kenapa aku tak ada di situ, biar aku yang benar-benar merawatnya, mengecatnya,
mengelapnya, membersihkannya. Aku bukan teman yang baik. Sampai akhirnya aku
pulang lagi ke Yogyakarta dan bertemu dengannya. Ah, tampannyaaaaa~ aku seperti
bertemu seorang lelaki tampan. Aku benar-benar memeluknya, merindukannya,
menanyakan kabarnya (itu benar aku lakukan). Ya, walaupun ia benda mati, tapi
aku selalu mengajaknya berkomunikasi, dia pasti kesepian di gudang sana. Hanya
berdua dengan alat yang tak bertuan. Maafkan aku. Maafkan telah
menelantarkanmu.
Hingga suatu hari,
hari minggu, dalam rangka ulang tahun TNI yang kesekian tahun, unitku diminta
mengisi parade di jalan Malioboro, dengan si dia pastinya. Aku tak menyangka
itu adalah event terakhirku dengannya. Secepat itukah? Tanpa aku tahu
sebelumnya bahwa ia akan dipulangkan? Bukannya dia sudah jadi milik unit ini?
Kenapa harus dia? Bersamanya, aku belajar lagu parade baru, bersamanya, aku
jadi senior baru, bersamanya aku tampil di event yang belum pernah aku isi
sebelumnya. Bersamanya aku pertama kali melihat tank-tank tentara berjalan,
bersamanya aku benar-benar melihat sultan Hamengkubuwono, karena event itu
keinginanku untuk makan gudeg terwujud. Sepele memang, namun kesepelean itu
benar-benar sangat berharga kalau aku tahu itu adalah kali terakhir. Keesokan
harinya, ketika tim latsar battery hendak latihan untuk penampilan di depan
calang, aku mendapati ia tak ada di gudang, aku pikir dia di pinjam unit
sebelah atau ukm tetangga, tapi ternyata, aku benar-benar mendapati bahwa ia
dipulangkan. “Bass 2,3,4 udah dibalikin kemaren. Udah di-pack-in kemaren” perkataan kabid perkap benar-benar membuatku diam
seribu bahasa. Kenapa tak bilang padaku? Aku benar-benar belum mengucapkan
apapun padanya. Aku benar-benar belum mengucapkan perpisahan padanya. Ya Tuhan,
aku menangis seketika. Temanku, teman berprosesku selama ini harus pulang. Aku
menaruh semua ingatan musikku di sana, aku bermusik di sana, aku berproses di
sana, mengapa dia tak ikut bersama saat konser nanti? Ya Tuhan, aku benar-benar
akan merindukannya.
Sepele memang sepele.
Itu hanya bassdrum 20”, aku bisa mendapatkan yang baru dan lebih bagus darinya,
namun, ah, aku selalu bersamanya. Tidak akan semudah itu melepaskan apalagi
tanpa sepengetahuan dan tanpa ucapan perpisahan.
Untuk bassdrum-ku yang
telah menemani berproses selama ini, terima kasih telah menjadi teman
perjalananku di unit ini. Bersamamu aku belajar tentang banyak hal. Kelak jika
kita bertemu lagi, aku akan senang. Ya, kelak. Entah kapan. Mungkin tak pernah
lagi. Semoga temanmu nanti dapat merawatmu lebih baik dari aku. Terima kasih ya.