Selamat sore dari lubuk hati yang tersayat.
Mungkin ini sudah yang kesekian kalinya luka ini terbuka lagi. Aku pastikan kamu selalu di dalam ketenanganmu. Aku akan perlahan pergi.
Karena memang sebaiknya aku pergi dan mengakhiri hal yang tak pernah dimulai ini. Entah kesalahannya terletak di mana. Aku merasa, hanya aku yang memiliki, hanya aku yang merasakan, dan hanya aku yang tersakiti. Ya, mungkin jika ada ia membaca, ia tidak pernah sama sekali memberikan apapun kepadaku. Termasuk hatinya. Apalagi hatinya.
Aku tak pernah merasa sesia-sia ini. Seharusnya aku hilang dari awal, tak pernah muncul dipermukaan. Buktinya aku sakit lagi dan hanya aku yang merasakan sakitnya. Mau berbagi pada siapa jika sudah begini? Ya, aku akui aku yang salah. Aku yang selalu menganggap sikapnya berlebihan dan aku selalu merasa akan ada akhir yang menyenangkan untukku nantinya. Bersamanya. Akan tetapi, ternyata semua itu jelas semu. Semu dari dulu. Dia menyaadari dan aku tidak. Salahnya, dia tidak menyadarkanku. Ah, ternyata aku bukan siapa-siapa yang pantas untuk disadarkan. Seharusnya aku sadar sendiri.
Yasudahlah, hanya menghela napas. Itu saja yang bisa aku lakukan. Sampai beberapa hari kemudian aku mencoba bertahan. Setelah itu aku janji aku akan musnah dari ingatannya dan dia akan musnah dari ingatanku. Aku sangat berjanji. Aku tak mau menyakiti hati lagi.
Semua perkataan dan janji yang telah dibuat, anggap saja sebuah cerita yang menggantung. Tidak akan pernah ada aku lagi di setiap kegiatanmu. Aku tak mau bergabung lagi jika aku harus menyakiti diri sendiri. Aku belum siap untuk terluka. Hanya itu. Aku akui, aku sama sekali tak pernah siap untuk membiarkan aku menangis dalam kesendirian karena ulahku sendiri,
Seharusnya ini semua tidak pernah terjadi. Siapa yang memulaipun aku tak pernah tahu, yang aku tahu, kini aku meradang sendiri. Lagi-lagi aku melakukan hal bodoh itu.
Maaf, untukmu, karena aku telah salah menilai semua. Aku yang salah.
Sekian,
Semoga kau dan aku akan selalu bahagia dalam pribadi masing-masing.
Mungkin ini sudah yang kesekian kalinya luka ini terbuka lagi. Aku pastikan kamu selalu di dalam ketenanganmu. Aku akan perlahan pergi.
Karena memang sebaiknya aku pergi dan mengakhiri hal yang tak pernah dimulai ini. Entah kesalahannya terletak di mana. Aku merasa, hanya aku yang memiliki, hanya aku yang merasakan, dan hanya aku yang tersakiti. Ya, mungkin jika ada ia membaca, ia tidak pernah sama sekali memberikan apapun kepadaku. Termasuk hatinya. Apalagi hatinya.
Aku tak pernah merasa sesia-sia ini. Seharusnya aku hilang dari awal, tak pernah muncul dipermukaan. Buktinya aku sakit lagi dan hanya aku yang merasakan sakitnya. Mau berbagi pada siapa jika sudah begini? Ya, aku akui aku yang salah. Aku yang selalu menganggap sikapnya berlebihan dan aku selalu merasa akan ada akhir yang menyenangkan untukku nantinya. Bersamanya. Akan tetapi, ternyata semua itu jelas semu. Semu dari dulu. Dia menyaadari dan aku tidak. Salahnya, dia tidak menyadarkanku. Ah, ternyata aku bukan siapa-siapa yang pantas untuk disadarkan. Seharusnya aku sadar sendiri.
Yasudahlah, hanya menghela napas. Itu saja yang bisa aku lakukan. Sampai beberapa hari kemudian aku mencoba bertahan. Setelah itu aku janji aku akan musnah dari ingatannya dan dia akan musnah dari ingatanku. Aku sangat berjanji. Aku tak mau menyakiti hati lagi.
Semua perkataan dan janji yang telah dibuat, anggap saja sebuah cerita yang menggantung. Tidak akan pernah ada aku lagi di setiap kegiatanmu. Aku tak mau bergabung lagi jika aku harus menyakiti diri sendiri. Aku belum siap untuk terluka. Hanya itu. Aku akui, aku sama sekali tak pernah siap untuk membiarkan aku menangis dalam kesendirian karena ulahku sendiri,
Seharusnya ini semua tidak pernah terjadi. Siapa yang memulaipun aku tak pernah tahu, yang aku tahu, kini aku meradang sendiri. Lagi-lagi aku melakukan hal bodoh itu.
Maaf, untukmu, karena aku telah salah menilai semua. Aku yang salah.
Sekian,
Semoga kau dan aku akan selalu bahagia dalam pribadi masing-masing.
0 komentar:
Posting Komentar