Hari ini, Hari Selasa.
Sudah seminggu berlalu. Masih jelas terbayang, detik-detik keberangkatanku bersama dengan timku menuju Jakarta untuk berkompetisi melawan tim-tim yang lain yang dirasa punya kekuatan yang lebih di banding kami. Detik-detik keberangkatan kami dimulai dengan apel pukul 20.00 di lapangan rumput depan sekretariat MBUGM di Gelanggang Mahasiswa. ditemani rinai gerimis yang romantis. Di apel itu, aku merasa beruntung, karena aku ditunjuk untuk membaca pancasetya pra-keberangkatan menuju GPMB. Aku punya persepsi sendiri untuk itu. Namun, ketua pelatih, Mas Rama, memberi pengumuman yang sangat memukul timku. Ia bilang, Mas Reza, salah satu Field Commander MBUGM, tidak dapat ikut bersama kami ke Jakarta karena mengalami musibah. Ah, malangnya. Kami menundukkan kepala sejenak dan mendoakan ia agar diberi kesembuhan. Lalu setelah apel, kami diberi waktu untuk beristirahat sambil menunggu armada bis yang akan mengantar kami ke arena kompetisi datang. Aku merasa lama sekali armada-armada itu datang. Aku benar-benar menunggu.
Pukul 01.30, empat armada itu datang. Warna merah, kuning, biru, dan orange. Aku bersama teman-teman sebattery ditempatkan di armada berwarna orange. Aku senang armada itu akhirnya datang. Aku senang ketika aku menaiki armada itu, aku senang, akhirnya perjalanan selama ini menemui ujungnya juga.
Namun, kesenanganku itu serasa didengar oleh pelatihku. Berulangkali ia bilang "Perjalanan ini bukanlah untuk tamasya. Kita akan bertanding"
Bukan masalah untukku. Aku paham keberangkatan kami bukan untuk senang-senang. Keberangkatan kami akan dipenuhi dengan beban mental yang teramat berat. Aku paham, aku sadar. Namun, aku tak mau berlarut-larut dalam ketegangan itu. Aku ingin mencairkan keteganganku lewat caraku sendiri. Dengan tidak mendengarkan semua perkataan yang sekiranya membuat ketakutanku semakin menggunung, termasuk tidak mendengarkan ucapan-ucapan pelatih yang mengisyaratkan agar kami jangan mendinginkan pikiran dari materi-materi yang telah kita lahap selama ini.
Armada kami meluncur, siap meninggalkan kampus kerakyatan dan daerah istimewa ini menuju ibukota yang katanya kejam. Aku sudah tidak asing dengan ibukota, tempat asalku berada di pinggirnya.
Perjalanan yang melelahkan. Berada di dalamnya kurang lebih delapan belas jam. Enam jam melebihi waktu yang diperkirakan. Akhirnya, kami sampai ditempat yang akan menjadi tempat istirahat kami selama di Jakarta. Asrama Haji Pondok Gede. Tempat itu tak jauh dari rumahku, aku selalu rindu rumah.
Selepas itu kami tidur dan keesokan harinya, di pagi buta, kami berangkat menuju tempat latihan di JI Expo. Kondisi latihan kami tak jauh berbeda dengan kondisi latihan selama di Jogja. Bedanya, di Jakarta kami didatangi banyak motivator yang membantu mendorong semangat kami untuk jauh lebih berkobar. Semangat untuk berjuang, semangat untuk menang.
Di Jakarta, semangatku menemui titik terendah. Aku merasa sangat pesimis, pesimis bahwa aku bisa, pesimis bahwa tim ini akan menemui keinginannya. Aku merasa, perjalanan ini akan sia-sia, dan hanya membawa pulang kesedihan. Namun, seorang temanku, tempat aku menumpahkan segala emosiku tak henti-hentinya memompa semangatku. Dita.
Dia bilang aku tak boleh menyerah, karena langkah kita akan segera terhenti dan aku harus mengubur dalam-dalam dan membuang jauh-jauh rasa pesimisku. Persetan lah kata-katanya itu, dalam hatiku mengumpat, namun aku segera tersadar, emosiku hanya ada sesaat dan aku takmau menghancurkan mimpi 108 orang yang menaruh harapan besar dalam kompetisi ini. Aku bangkit dan aku mencoba menanamkan kepercayaan bahwa unit ini bisa. Orang depan selalu bicara, unit ini hebat, namun belum tereksplor sempurna. Toh, aku pernah janji dulu bahwa di detik-detik berakhirnya perjalanan ini, aku akan menikmati setiap prosesnya. Baik itu ocehan teman, omelan pelatih, rasa sakit yang muncul bertubi-tubi, panasnya lapangan display, dinginnya angin dan hujan yang membasahi kaos latihan, hingga kantuk yang harus kami lawan mati-matian. Aku janji akan menikmatinya.
Ketika hari Jumat tiba, ya Jumat, 26 Desember 2013. Babak penyisihan. Aku benar-benar tak bisa mengendalikan rasa gugupku. Kami, Tim Marching Band Universitas Gadjah Mada mendapat urutan tampil kedua. Sejak deville pembukaan dimulai, Tim kami sudah bersiap di roll call. Riuh penonton terdengar jelas dari roll call. Telapak tanganku semakin dingin. Dingin sekali. Aku tak tau, kenapa aku tak bisa mengendalikan rasa grogiku. Banyak official yang datang, menyalami, memberi semangat, memberi minum, memberi gula jawa. Aku hanya tersenyum getir. Aku benar-benar ketakutan. Padahal, ini bukan kali pertamaku mengikuti kejuaraan marching band. Dulu, aku bisa mengendalikannya. Atau mungkin ini adalah GPMB. Kompetisi marching band paling bergengsi di Indonesia. dan ini GPMB pertamaku.
Akhirnya, pintu dibuka. Riuh penonton luar biasa, walaupun bangku penonton masih sepi, karena hari memang masih pagi, tapi sorak sorai dari bangku penonton sudah cukup membuat aku bertambah kaku dan gugup. Sebisa mungkin aku mengatur nafas. Pertunjukkan segera dimulai. Aku tak mau merusak moment GPMB pertamaku.
GPMB pertamaku lancar, walau aku melakukan kesalahan konyol, aku tidak bisa memakai topiku kembali dengan sempurna saat frase "Pesta Rakyat" selesai. Topiku miring. Aku malu, tapi sudah tidak bisa diapa-apakan lagi. Itu pelajaran untuk Final nanti.
Setelah pertunjukkan, kami diboyong keluar arena. Aku benar-benar merasa lelah. Tanpa aku sadari, aku tertidur ketika teman-temanku sedang beristirahat. Aku dibangunkan oleh teman-teman marchingku semasa di SMA dulu. Ini kado luar biasa, mereka obat yang luar biasa. Ketika aku merasa lelah, mereka datang dengan sebungkus semangat yang kemudian mereka tularkan padaku. Mereka bilang, penampilan kami luar biasa. Sangat keren. Terimakasih, Kak Irfan, Firda, dan Kak Rubi. Kalian menjadi cerita GPMB ku sendiri. Setelah itu aku bertemu Lisfa. Ah, sangat ingin aku berlama-lama dengannya, namun pelatihku seolah memberi kode agar aku segera masuk bis karena kami harus segera kembali ke asrama.
Malamnya, kami diberitau bahwa kami menduduki peringkat dua. Di bawah duri, di atas UI. Iya, di atas UI. Aku merasa berhasil membuat sejarah baru di MBUGM. Tapi, pelatihku yang lain memperingatkan untuk jangan terbuai oleh peringkat yang belum pasti. Tetap berendah diri dan jangan takabur :)
Kami tetap berlatih, tak ada bedanya dengan latihan-latihan lain. Malah bisa dibilang semakin keras. Karena kami memang menginginkannya. Piala Presiden. Kami benar-benar mengejar empat poin itu. Banyak pembersihan, pendetailan, watering down, apapun yang bisa membuat kami merebut empat poin itu.
Hari Minggu tiba. Minggu 29 Desember 2013. Hari itu datang juga. Hari yang selama ini digembar-gembor. Hari yang menjadi tujuan kami. Hari yang kami impi-impikan. Hari yang kukira hanya ada dalam celoteh pelatih saja, akhirnya datang. Akhirnya kami menemui hari itu. Akhirnya kami akan bergulat dengan hari itu dan kami akan membuat sejarah baru di hari itu. Akhirnya, hari itu datang juga. Aku masih tidak percaya. Kami mendapat urutan tampil ketiga dari akhir. Sekitar jam setengah tiga sore kami akan menampilkan pertunjukan yang telah kami siapkan selama dua belas bulan ini. Itulah hasil kerja keras kami. Hasil latihan kami. Hasil 9-9 kami, hasil TC 1 di Lapangan Pancasila. Hasil latihan TC 2 di AAU Yogyakarta. Hasil Karantina 1 di Akmil Magelang. Hasil TC 3 di Pyramid Bantul. Hasil Karantina 2 di Asrama Haji Solo. Hasil latihan di JI Expo. Hasil kami selama ini. Keringat, air mata, canda, tawa, marah, luapan segala emosi kami akan tertuang di dua belas menit terakhir itu.
Roll call kali ini berbeda dengan roll call di babak penyisihan. Roll call kali ini terasa lebih ringan dan tanpa beban, walau rasa grogi masih menggelayuti, tapi tak separah yang kemarin. Kali ini benar-benar masa-masa penghabisan, karena tak kan ada lagi runthrogh, tak kan ada lagi paket "Papua, Mutiara Hitam dari Timur". Ini yang terakhir. Aku ingin ini yang terbaik.
Pintu dibuka. Kali ini bangku penonton telah penuh dan amat riuh. Sorak sorai penonton kali ini bukan membuatku grogi, tapi makin membuatku lebih percaya diri. Aku benar-benar tidak mempedulikan apakah aku akan melakukan kesalahan, apa aku akan terjatuh nantinya atau apapun. Aku telah membuang rasa takutku. Ini penampilanku yang terakhir. Harus maksimal.
Ya! Aku melakukannya maksimal. Setelah selesai. Kami keluar, kami menangis sejadi-jadinya. Aku memeluk semua teman-teman battery. Rifqa, Ikha, Dewi, Nisot, Upik, Zumar, Natan, Irfan, Aris, Bang Farid, Mas Mursyid, Mas Samy, Mas Bagus, Mas Husen, Mbak Farah, Aji, Farrell, Ivan, dan pelatihku yang sangat aku sayangi, Mas Dyas. Aku meluapkan segala emosiku. Aku menangis. Aku tersenyum, aku tertawa, mereka tampak bahagia.
Namun, kebahagiaan mereka tak dapat mengalahkan kebahagiaanku. Ada seseorang yang datang kepadaku sambil membawa tulisan "We Love Tika UGM". Kak Ryan. Kakak battery terbaikku. Akhirnya ia menepati janjinya untuk datang menyaksikan GPMB pertamaku. Pelukanku kuhamburkan padanya. Aku memeluknya erat. Tanda terimakasihku. Aku memintanya agar tetap mengikutiku kemanapun aku pergi. Ia menurut. Sampai akhirnya, setelah penampilanku di stand Wijaya Musik, ia pamit untuk masuk lagi ke dalam dan menyaksikan sisa pagelaran yang ada. Terimakasih, Kak. Kamu jadi cerita GPMBku yang lain.
Setelah pertunjukkan. Aku tak segera melepas kostumku seperti yang dilakukan teman-temanku yang lain. Aku masih betah mengenakannya. Aku ingin lebih lama lagi mengenakannya, walau konsekuensinya, aku tak boleh duduk sembarangan. Tak apa, itu memang bentuk penghargaan terhadap unit. Aku hanya melepas rompi, topi dan mansetnya saja. Aku masih memakai kemejanya, masih memakai celananya, masih memakai sepatunya saat berbelanja, saat jalan-jalan, saat bertemu dengan Dillan, Rahman dan teman-teman GSM yang lain. Alasan lainku, aku ingin ikut deville. Aku ingin mengikuti upacara penutupan. Di saat teman-temanku enggan berdiri berjam-jam untuk menunggu pengumuman, lain halnya denganku. Aku sangat ingin ikut deville.
Ya! Akhirnya aku diperbolehkan ikut deville. Aku segera berlari menuju bis dan mengambil rompi, topi, dan mansetku. Aku bergegas menuju barisan deville. Ini deville GPMB. Aku yang akan mewakili unit untuk mengambil piala. Aku perwakilan unit. Aku merasa bangga mengikuti deville. Ya, mungkin hanya aku.
Pengumuman demi pengumuman telah terucap dari bibir MC. Pemenang juara satu telah diumumkan. BCK Duri, Riau. Tak apa. Mereka memang layak juara. Kini, tinggal pengumuman juara dua dan tiga. Tinggal UI dan UGM. Dua universitas ternama di Indonesia sedang berdegup jantungnya demi pengumuman siapa yang menduduki masing-masing peringkat. Akhirnya, MC membacakan pemenang ketiga, UI. Sontak kami bersorak. Karena kami yang kedua. Terimakasih Tuhaaan. Kau memberikan kami hadiah terbaik.
Semua anggota MBUGM turun dari tribun, memeluk satu sama lain, air mata bahagia berhamburan. Hymne dinyanyikan. Ah, aku bangga sekali saat menyanyika Hymne Gadjah Mada di lantai kuning Istora.
Ya, itulah cerita GPMBku. GPMB 2013 takkan terganti dengan GPMB-GPMB yang lain.
Terimakasih semuanya.
Terimakasih Battery.
Terimakasih Bassdrum.
Terimakasih Manager.
Terimakasih PH.
Terimakasih Kru.
Terimakasih sponsor.
Terimakasih Ciwi-ciwi.
Terimakasih MBUGM.
Terimakasih Pelatih.
Terimakasih Konsultan.
Terimakasih Tuhan :)