skip to main | skip to sidebar

About me

Foto Saya
Fraintika Anggraeni
Fraintika Anggraeni kerap disapa Weje, Atun, atau Tuk-tuk. Punya persepsi sendiri tentang segala hal, tapi selalu terbuka terhadap persepsi orang lain. Tiap tahun ada masanya. Tiap masa ada tahunnya. Belajar legowo dan terima kenyataan :)
Lihat profil lengkapku

Subscribe To

Postingan
    Atom
Postingan
Semua Komentar
    Atom
Semua Komentar

Kalendar

research paper essay Free Calendar

Clock clock

Archivo del blog

  • ► 2017 (7)
    • ► September (1)
    • ► Agustus (1)
    • ► Januari (5)
  • ► 2016 (13)
    • ► Desember (4)
    • ► April (1)
    • ► Maret (3)
    • ► Februari (2)
    • ► Januari (3)
  • ► 2015 (14)
    • ► September (2)
    • ► Juni (2)
    • ► Mei (2)
    • ► April (2)
    • ► Maret (2)
    • ► Februari (4)
  • ▼ 2014 (49)
    • ► November (2)
    • ► Oktober (2)
    • ► Agustus (3)
    • ► Juni (11)
    • ► Mei (4)
    • ► April (11)
    • ► Maret (6)
    • ► Februari (4)
    • ▼ Januari (6)
      • Sajak Hujan
      • GPMB 2013
      • Merindu
      • Sebatang Coklat
      • Bila Hari Ini Benar-benar Terjadi
      • Surat cinta yang tak kunjung diterima
  • ► 2013 (40)
    • ► November (5)
    • ► Oktober (3)
    • ► September (3)
    • ► Juli (3)
    • ► Februari (23)
    • ► Januari (3)
  • ► 2012 (30)
    • ► Desember (1)
    • ► November (11)
    • ► Oktober (6)
    • ► September (12)
  • ► 2010 (2)
    • ► November (1)
    • ► September (1)

Label

  • Cerpen (2)
  • Curhats (30)
  • Informatif (2)
  • Me and My Friends (7)
  • Owl City Lyrics (5)
  • Puisi (11)

Followers

Diberdayakan oleh Blogger.

Info

Rumah Dijual di Bintaro

Pengunjung

27845

Lencana Facebook

Fraintika Anggraeni

Buat Lencana Anda

F R A I ' S

Ketika perkataan bisa berubah di lidah, namun dalam aksara, kata akan tetap sama :)

Senin, 13 Januari 2014

Sajak Hujan

Hari mulai sore. Hujan yang turun sedari siang tadi mulai mereda. Aku masih diam. Acara ini tak kunjung selesai. Aku bosan, aku jenuh di sini. Terlebih, aku punya sesuatu yang menyesak. Sesuatu yang tak bisa kuungkap sembarangan di sana-sini. Aku masih diam. Masih tak tau harus berbuat apa. Apa diam terus ?

Kemudian aku melengos, membuang muka ke arah rintik-rintik hujan. Di sana, ada segerombol anak yang setia dengan hujan. Apa mereka tak dingin ?

Kemudian aku melirik ke arah yang lain, ada sepasang yang bercumbu. Ah, aku ini di dunia nyata atau di dalam cerita, sih sebenarnya ?

Aku malas, makin malas menghadapi dia-dia-dia yang mulutnya bau busuk. Ah, aku ini menulis apa ?

Yang pasti aku rindu rumah. Rumah yang sebenarnya, dan itu sudah tidak ada. Aku rindu masakan Bunda. Hujan begini Ia jago sekali menyulap dingin. Walau Ia yang cerewet menyuruhku bangun cepat dan mandi sore, tapi aku rindu rumah.

Tapi, kerinduan ini hanya sebatas rindu sepertinya. Sama seperti merindukan ayah. Kalau aku rindu dia, rindu itu akan berujung rindu. Tak menemui titik temu. Ya. kerinduanku hanya akan menjadi rindu. Angin tetap saja angin dan dingin akan semakin mendingin.

Ayo! Kapan acara ini selesai, aku ingin segera pulang dan menangis. Mungkin aku akan membangkai sepi di kamar.
Diposting oleh Fraintika Anggraeni di 16.16 0 komentar

Selasa, 07 Januari 2014

GPMB 2013

Hari ini, Hari Selasa.
Sudah seminggu berlalu. Masih jelas terbayang, detik-detik keberangkatanku bersama dengan timku menuju Jakarta untuk berkompetisi melawan tim-tim yang lain yang dirasa punya kekuatan yang lebih di banding kami. Detik-detik keberangkatan kami dimulai dengan apel pukul 20.00 di lapangan rumput depan sekretariat MBUGM di Gelanggang Mahasiswa. ditemani rinai gerimis yang romantis. Di apel itu, aku merasa beruntung, karena aku ditunjuk untuk membaca pancasetya pra-keberangkatan menuju GPMB. Aku punya persepsi sendiri untuk itu. Namun, ketua pelatih, Mas Rama, memberi pengumuman yang sangat memukul timku. Ia bilang, Mas Reza, salah satu Field Commander MBUGM, tidak dapat ikut bersama kami ke Jakarta karena mengalami musibah. Ah, malangnya. Kami menundukkan kepala sejenak dan mendoakan ia agar diberi kesembuhan. Lalu setelah apel, kami diberi waktu untuk beristirahat sambil menunggu armada bis yang akan mengantar kami ke arena kompetisi datang. Aku merasa lama sekali armada-armada itu datang. Aku benar-benar menunggu.

Pukul 01.30, empat armada itu datang. Warna merah, kuning, biru, dan orange. Aku bersama teman-teman sebattery ditempatkan di armada berwarna orange. Aku senang armada itu akhirnya datang. Aku senang ketika aku menaiki armada itu, aku senang, akhirnya perjalanan selama ini menemui ujungnya juga.

Namun, kesenanganku itu serasa didengar oleh pelatihku. Berulangkali ia bilang "Perjalanan ini bukanlah untuk tamasya. Kita akan bertanding"
Bukan masalah untukku. Aku paham keberangkatan kami bukan untuk senang-senang. Keberangkatan kami akan dipenuhi dengan beban mental yang teramat berat. Aku paham, aku sadar. Namun, aku tak mau berlarut-larut dalam ketegangan itu. Aku ingin mencairkan keteganganku lewat caraku sendiri. Dengan tidak mendengarkan semua perkataan yang sekiranya membuat ketakutanku semakin menggunung, termasuk tidak mendengarkan ucapan-ucapan pelatih yang mengisyaratkan agar kami jangan mendinginkan pikiran dari materi-materi yang telah kita lahap selama ini.

Armada kami meluncur, siap meninggalkan kampus kerakyatan dan daerah istimewa ini menuju ibukota yang katanya kejam. Aku sudah tidak asing dengan ibukota, tempat asalku berada di pinggirnya.
Perjalanan yang melelahkan. Berada di dalamnya kurang lebih delapan belas jam. Enam jam melebihi waktu yang diperkirakan. Akhirnya, kami sampai ditempat yang akan menjadi tempat istirahat kami selama di Jakarta. Asrama Haji Pondok Gede. Tempat itu tak jauh dari rumahku, aku selalu rindu rumah.

Selepas itu kami tidur dan keesokan harinya, di pagi buta, kami berangkat menuju tempat latihan di JI Expo. Kondisi latihan kami tak jauh berbeda dengan kondisi latihan selama di Jogja. Bedanya, di Jakarta kami didatangi banyak motivator yang membantu mendorong semangat kami untuk jauh lebih berkobar. Semangat untuk berjuang, semangat untuk menang.

Di Jakarta, semangatku menemui titik terendah. Aku merasa sangat pesimis, pesimis bahwa aku bisa, pesimis bahwa tim ini akan menemui keinginannya. Aku merasa, perjalanan ini akan sia-sia, dan hanya membawa pulang kesedihan. Namun, seorang temanku, tempat aku menumpahkan segala emosiku tak henti-hentinya memompa semangatku. Dita.

Dia bilang aku tak boleh menyerah, karena langkah kita akan segera terhenti dan aku harus mengubur dalam-dalam dan membuang jauh-jauh rasa pesimisku. Persetan lah kata-katanya itu, dalam hatiku mengumpat, namun aku segera tersadar, emosiku hanya ada sesaat dan aku takmau menghancurkan mimpi 108 orang yang menaruh harapan besar dalam kompetisi ini. Aku bangkit dan aku mencoba menanamkan kepercayaan bahwa unit ini bisa. Orang depan selalu bicara, unit ini hebat, namun belum tereksplor sempurna. Toh, aku pernah janji dulu bahwa di detik-detik berakhirnya perjalanan ini, aku akan menikmati setiap prosesnya. Baik itu ocehan teman, omelan pelatih, rasa sakit yang muncul bertubi-tubi, panasnya lapangan display, dinginnya angin dan hujan yang membasahi kaos latihan, hingga kantuk yang harus kami lawan mati-matian. Aku janji akan menikmatinya.

Ketika hari Jumat tiba, ya Jumat, 26 Desember 2013. Babak penyisihan. Aku benar-benar tak bisa mengendalikan rasa gugupku. Kami, Tim Marching Band Universitas Gadjah Mada mendapat urutan tampil kedua. Sejak deville pembukaan dimulai, Tim kami sudah bersiap di roll call. Riuh penonton terdengar jelas dari roll call. Telapak tanganku semakin dingin. Dingin sekali. Aku tak tau, kenapa aku tak bisa mengendalikan rasa grogiku. Banyak official yang datang, menyalami, memberi semangat, memberi minum, memberi gula jawa. Aku hanya tersenyum getir. Aku benar-benar ketakutan. Padahal, ini bukan kali pertamaku mengikuti kejuaraan marching band. Dulu, aku bisa mengendalikannya. Atau mungkin ini adalah GPMB. Kompetisi marching band paling bergengsi di Indonesia. dan ini GPMB pertamaku.

Akhirnya, pintu dibuka. Riuh penonton luar biasa, walaupun bangku penonton masih sepi, karena hari memang masih pagi, tapi sorak sorai dari bangku penonton sudah cukup membuat aku bertambah kaku dan gugup. Sebisa mungkin aku mengatur nafas. Pertunjukkan segera dimulai. Aku tak mau merusak moment GPMB pertamaku.

GPMB pertamaku lancar, walau aku melakukan kesalahan konyol, aku tidak bisa memakai topiku kembali dengan sempurna saat frase "Pesta Rakyat" selesai. Topiku miring. Aku malu, tapi sudah tidak bisa diapa-apakan lagi. Itu pelajaran untuk Final nanti.

Setelah pertunjukkan, kami diboyong keluar arena. Aku benar-benar merasa lelah. Tanpa aku sadari, aku tertidur ketika teman-temanku sedang beristirahat. Aku dibangunkan oleh teman-teman marchingku semasa di SMA dulu. Ini kado luar biasa, mereka obat yang luar biasa. Ketika aku merasa lelah, mereka datang dengan sebungkus semangat yang kemudian mereka tularkan padaku. Mereka bilang, penampilan kami luar biasa. Sangat keren. Terimakasih, Kak Irfan, Firda, dan Kak Rubi. Kalian menjadi cerita GPMB ku sendiri. Setelah itu aku bertemu Lisfa. Ah, sangat ingin aku berlama-lama dengannya, namun pelatihku seolah memberi kode agar aku segera masuk bis karena kami harus segera kembali ke asrama.

Malamnya, kami diberitau bahwa kami menduduki peringkat dua. Di bawah duri, di atas UI. Iya, di atas UI. Aku merasa berhasil membuat sejarah baru di MBUGM. Tapi, pelatihku yang lain memperingatkan untuk jangan terbuai oleh peringkat yang belum pasti. Tetap berendah diri dan jangan takabur :)

Kami tetap berlatih, tak ada bedanya dengan latihan-latihan lain. Malah bisa dibilang semakin keras. Karena kami memang menginginkannya. Piala Presiden. Kami benar-benar mengejar empat poin itu. Banyak pembersihan, pendetailan, watering down, apapun yang bisa membuat kami merebut empat poin itu.

Hari Minggu tiba. Minggu 29 Desember 2013. Hari itu datang juga. Hari yang selama ini digembar-gembor. Hari yang menjadi tujuan kami. Hari yang kami impi-impikan. Hari yang kukira hanya ada dalam celoteh pelatih saja, akhirnya datang. Akhirnya kami menemui hari itu. Akhirnya kami akan bergulat dengan hari itu dan kami akan membuat sejarah baru  di hari itu. Akhirnya, hari itu datang juga. Aku masih tidak percaya. Kami mendapat urutan tampil ketiga dari akhir. Sekitar jam setengah tiga sore kami akan menampilkan pertunjukan yang telah kami siapkan selama dua belas bulan ini. Itulah hasil kerja keras kami. Hasil latihan kami. Hasil 9-9 kami, hasil TC 1 di Lapangan Pancasila. Hasil latihan TC 2 di AAU Yogyakarta. Hasil Karantina 1 di Akmil Magelang. Hasil TC 3 di Pyramid Bantul. Hasil Karantina 2 di Asrama Haji Solo. Hasil latihan di JI Expo. Hasil kami selama ini. Keringat, air mata, canda, tawa, marah, luapan segala emosi kami akan tertuang di dua belas menit terakhir itu.

Roll call kali ini berbeda dengan roll call di babak penyisihan. Roll call kali ini terasa lebih ringan dan tanpa beban, walau rasa grogi masih menggelayuti, tapi tak separah yang kemarin. Kali ini benar-benar masa-masa penghabisan, karena tak kan ada lagi runthrogh, tak kan ada lagi paket "Papua, Mutiara Hitam dari Timur". Ini yang terakhir. Aku ingin ini yang terbaik.

Pintu dibuka. Kali ini bangku penonton telah penuh dan amat riuh. Sorak sorai penonton kali ini bukan membuatku grogi, tapi makin membuatku lebih percaya diri. Aku benar-benar tidak mempedulikan apakah aku akan melakukan kesalahan, apa aku akan terjatuh nantinya atau apapun. Aku telah membuang rasa takutku. Ini penampilanku yang terakhir. Harus maksimal.

Ya! Aku melakukannya maksimal. Setelah selesai. Kami keluar, kami menangis sejadi-jadinya. Aku memeluk semua teman-teman battery. Rifqa, Ikha, Dewi, Nisot, Upik, Zumar, Natan, Irfan, Aris, Bang Farid, Mas Mursyid, Mas Samy, Mas Bagus, Mas Husen, Mbak Farah, Aji, Farrell, Ivan, dan pelatihku yang sangat aku sayangi, Mas Dyas. Aku meluapkan segala emosiku. Aku menangis. Aku tersenyum, aku tertawa, mereka tampak bahagia.

Namun, kebahagiaan mereka tak dapat mengalahkan kebahagiaanku. Ada seseorang yang datang kepadaku sambil membawa tulisan "We Love Tika UGM". Kak Ryan. Kakak battery terbaikku. Akhirnya ia menepati janjinya untuk datang menyaksikan GPMB pertamaku. Pelukanku kuhamburkan padanya. Aku memeluknya erat. Tanda terimakasihku. Aku memintanya agar tetap mengikutiku kemanapun aku pergi. Ia menurut. Sampai akhirnya, setelah penampilanku di stand Wijaya Musik, ia pamit untuk masuk lagi ke dalam dan menyaksikan sisa pagelaran yang ada. Terimakasih, Kak. Kamu jadi cerita GPMBku yang lain.


Setelah pertunjukkan. Aku tak segera melepas kostumku seperti yang dilakukan teman-temanku yang lain. Aku masih betah mengenakannya. Aku ingin lebih lama lagi mengenakannya, walau konsekuensinya, aku tak boleh duduk sembarangan. Tak apa, itu memang bentuk penghargaan terhadap unit. Aku hanya melepas rompi, topi dan mansetnya saja. Aku masih memakai kemejanya, masih memakai celananya, masih memakai sepatunya saat berbelanja, saat jalan-jalan, saat bertemu dengan Dillan, Rahman dan teman-teman GSM yang lain. Alasan lainku, aku ingin ikut deville. Aku ingin mengikuti upacara penutupan. Di saat teman-temanku enggan berdiri berjam-jam untuk menunggu pengumuman, lain halnya denganku. Aku sangat ingin ikut deville.

Ya! Akhirnya aku diperbolehkan ikut deville. Aku segera berlari menuju bis dan mengambil rompi, topi, dan mansetku. Aku bergegas menuju barisan deville. Ini deville GPMB. Aku yang akan mewakili unit untuk mengambil piala. Aku perwakilan unit. Aku merasa bangga mengikuti deville. Ya, mungkin hanya aku.

Pengumuman demi pengumuman telah terucap dari bibir MC. Pemenang juara satu telah diumumkan. BCK Duri, Riau. Tak apa. Mereka memang layak juara. Kini, tinggal pengumuman juara dua dan tiga. Tinggal UI dan UGM. Dua universitas ternama di Indonesia sedang berdegup jantungnya demi pengumuman siapa yang menduduki masing-masing peringkat. Akhirnya, MC membacakan pemenang ketiga, UI. Sontak kami bersorak. Karena kami yang kedua. Terimakasih Tuhaaan. Kau memberikan kami hadiah terbaik.

Semua anggota MBUGM turun dari tribun, memeluk satu sama lain, air mata bahagia berhamburan. Hymne dinyanyikan. Ah, aku bangga sekali saat menyanyika Hymne Gadjah Mada di lantai kuning Istora.

Ya, itulah cerita GPMBku. GPMB 2013 takkan terganti dengan GPMB-GPMB yang lain.

Terimakasih semuanya.
Terimakasih Battery.
Terimakasih Bassdrum.
Terimakasih Manager.
Terimakasih PH.
Terimakasih Kru.
Terimakasih sponsor.
Terimakasih Ciwi-ciwi.
Terimakasih MBUGM.
Terimakasih Pelatih.
Terimakasih Konsultan.
Terimakasih Tuhan :)


Diposting oleh Fraintika Anggraeni di 15.40 0 komentar

Merindu

Sore terasa semakin hampa saja. Tak ada kegiatan yang sebenarnya telah mengurat nadi dan mendarah daging selama kurang lebih dua belas bulan ini. Ibaratnya dua belas bulan kemarin adalah masa berjalannya dan sekarang sudah sampai di tujuan. Iya, sudah sampai di tujuan. Kalau aku mau membandingkan, lebih baik aku tak pernah sampai di tujuan, daripada harus merasa hampa seperti ini.
Ini adalah minggu-minggu sibuk. Sibuk berkompetisi dengan teman-teman sekelas. Namun, aku sama sekali tak merasa punya beban. Beda dengan teman-teman seangkatan dan sejurusanku yang lain. Mereka nampak kaku dan sibuk. Aku merasa tak punya teman. Mungkin ini hanya ilusiku saja. Aku masih terbuai dengan perjalanan dua belas bulan itu, aku masih sibuk dengan ketidakpercayaanku akan sudah berakhirnya perjalanan ini. Aku masih tidak percaya.
Setiap sore, seperti orang gila, aku selalu ke tempat itu. Tempat dimana telah kuhabiskan waktu, emosi, dan keringatku selama dua belas bulan ini. Tempat dimana selalu ada kebahagiaan dan selalu ada kehidupan, kini telah membangkai. Sepi sekali. Tak seperti sore-sore di dua belas bulan yang kemarin, ketika sore datang dengan dingin yang menggulung-gulung, tempat itu menghangatkan. Kini, ketika hujan melanda, tempat itu semakin beku. Semakin dingin.
Hari-hariku makin kacau. Aku layaknya kecanduan. Hari-hariku kini makin sepi. Tak ada lagi partitur, tak ada lagi midi, tak ada chart display, tak ada jarkom, tak ada teman-teman yang bilang tak datang dengan alasan yang tak penting, tak ada lagi pelatih yang mengomel, tak ada lagi teman yang jengkel, tak ada lagi kejahilan, tak ada lagi ocehan-ocehanku menggerutu. Tak ada lagi.
Sebenarnya, aktivitas dan rutinitas itu akan ada kembali. Namun, pasti tidak akan sama rasanya seperti dua belas bulan kemarin. Pasti beda.
Ah, aku sangat merindu. Merindu sekali. Apakah ada seorang saja yang merasa semerindu ini dengan proses itu ?

Diposting oleh Fraintika Anggraeni di 11.50 0 komentar

Kamis, 02 Januari 2014

Sebatang Coklat

Sebatang coklat
Sepotong niat
Seteguh tekad
sebungkus nikmat
Aku akan ada dalam rajutan harimu yang terikat
Temukan aku dalam tiap simpul doa yang kau panjat
Aku bersama sebongkah cinta yang tersayat
Mendampingimu dalam tiap langkah yang kau buat

Sepotong cinta
Sebongkah rasa
Aku pendam dalam-dalam
Hanya ada aku, keingininanku, dan sebatang coklat
Menari-nari dalam khayal yang mengakar kuat
Diposting oleh Fraintika Anggraeni di 14.23 0 komentar

Bila Hari Ini Benar-benar Terjadi

Bila hari ini benar-benar terjadi dan memang kenyataannya hari ini benar-benar terjadi, aku tak bisa berbuat apapun kecuali ikhlas. mMengikhlaskan proses ini segera berakhir dengan meninggalkan sejumlah kenangan yang mendalam. Hanya bisa diratapi jika hari ini  dilupakan. Namun, pada kenyataannya, hari ini tak terlupakan. Beanar kata Mas Mando, bulan Desember, bulan penutup.Kita akan segera mengakhiri langkah ini.

Di depan, empat buah bisyang telah dinanti-nanti telah datang. Mereka akan menemaniku dan orang-orang di sini untuk menutup perjuangan di Istora sana.

Andai hari ini benar-benara terjadi, pada kenyataannya ini sedang terjadi. bukan lagi mimpi di jauh hari.

Di depan, empat buah bis telah siap menjadi tumpahan ekspresiku dan orang-orang disini, bagaimana menutup tahun dan perjuangannya. Empat bis itu akan tau juga tentunya.

R.Sidang I Gelanggang Mahasiswa Univ. Gadjah Mada. 24 Desember 2013. 01:25 am
Diposting oleh Fraintika Anggraeni di 14.16 0 komentar

Surat cinta yang tak kunjung diterima

Ketika aku mencintaimu dengan separuh nafas dan separuh nyawaku. Tanpa engkau tau. Memandangimu di setiap apa yang berlaku diharimu. Tawa, canda. suka, duka, marah, hampa. Aku bisa merasakan. Tanpa engkau tau. Saat aku ingin selangkah lebih dekat denganmu, tapi kau malah mendekat dua langkah dengan yang lain. Dan yang lain itu adalah manusia yang kusebut dengan sahabat. Inilah kisah cintaku yang tak pernah kau dan yang lain tau. Hanya aku, nafasku, dan angin sore yang tau. Kadang, rinai hujan dan bulan luntur yang jadi tempat peraduanku. berbahagialah dengan dia. Aku cukup disini menata dan membingkai luka hati karena pernah menyukaimu.

Angin sore, saat aku sendiri di ujung senja sunyi. Kala kau datang, mentari cemerlang. Namun kau dingin, layaknya udara malam yang menggerayangi tubuh. Kemudian ia menggigil. Aku salah menyukaimu.

Lalu kau membuang muka, seolah tak mau tau aku ada. Membuang aku yang kadangmengganggu ketenanganmu. Aku hanya mencari secercah kehangatan dalam tubuhmu. Ibarat di tengah hujan di malam pekat dan kilat bergulat, aku mencari unsur lain walau itu sebatang korek api dengan kehangatan yang tak menjamin pasti.

Tak jarang kau kesal. Aku menyesal. Aku kadang merasa bosan dengan alur kisah yang hambar. Berganti tokoh dan tak pernah mencapai klimaks. Tak pernah ada ending. Hanya separuh halaman kemudian hilang.

Kini, hari yang tidak pernah ku nanti-nanti tiba. Ia akan menghilangkanmu dan kisahmu. Aku akan sendirian bersama malam yang tak kunjung jadi siang. Aku tak pernah mau mengungkapkan aku menyukaimu. Aku pecundang. Kini, di awal tahun dan di ujung kisah, aku terdiam, berharap tak ada air mata yang menangisimu.
Diposting oleh Fraintika Anggraeni di 14.08 0 komentar
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda
Langganan: Postingan (Atom)

Blog Design by Gisele Jaquenod