Ketika aku mencintaimu dengan separuh nafas dan separuh nyawaku. Tanpa engkau tau. Memandangimu di setiap apa yang berlaku diharimu. Tawa, canda. suka, duka, marah, hampa. Aku bisa merasakan. Tanpa engkau tau. Saat aku ingin selangkah lebih dekat denganmu, tapi kau malah mendekat dua langkah dengan yang lain. Dan yang lain itu adalah manusia yang kusebut dengan sahabat. Inilah kisah cintaku yang tak pernah kau dan yang lain tau. Hanya aku, nafasku, dan angin sore yang tau. Kadang, rinai hujan dan bulan luntur yang jadi tempat peraduanku. berbahagialah dengan dia. Aku cukup disini menata dan membingkai luka hati karena pernah menyukaimu.
Angin sore, saat aku sendiri di ujung senja sunyi. Kala kau datang, mentari cemerlang. Namun kau dingin, layaknya udara malam yang menggerayangi tubuh. Kemudian ia menggigil. Aku salah menyukaimu.
Lalu kau membuang muka, seolah tak mau tau aku ada. Membuang aku yang kadangmengganggu ketenanganmu. Aku hanya mencari secercah kehangatan dalam tubuhmu. Ibarat di tengah hujan di malam pekat dan kilat bergulat, aku mencari unsur lain walau itu sebatang korek api dengan kehangatan yang tak menjamin pasti.
Tak jarang kau kesal. Aku menyesal. Aku kadang merasa bosan dengan alur kisah yang hambar. Berganti tokoh dan tak pernah mencapai klimaks. Tak pernah ada ending. Hanya separuh halaman kemudian hilang.
Kini, hari yang tidak pernah ku nanti-nanti tiba. Ia akan menghilangkanmu dan kisahmu. Aku akan sendirian bersama malam yang tak kunjung jadi siang. Aku tak pernah mau mengungkapkan aku menyukaimu. Aku pecundang. Kini, di awal tahun dan di ujung kisah, aku terdiam, berharap tak ada air mata yang menangisimu.
Angin sore, saat aku sendiri di ujung senja sunyi. Kala kau datang, mentari cemerlang. Namun kau dingin, layaknya udara malam yang menggerayangi tubuh. Kemudian ia menggigil. Aku salah menyukaimu.
Lalu kau membuang muka, seolah tak mau tau aku ada. Membuang aku yang kadangmengganggu ketenanganmu. Aku hanya mencari secercah kehangatan dalam tubuhmu. Ibarat di tengah hujan di malam pekat dan kilat bergulat, aku mencari unsur lain walau itu sebatang korek api dengan kehangatan yang tak menjamin pasti.
Tak jarang kau kesal. Aku menyesal. Aku kadang merasa bosan dengan alur kisah yang hambar. Berganti tokoh dan tak pernah mencapai klimaks. Tak pernah ada ending. Hanya separuh halaman kemudian hilang.
Kini, hari yang tidak pernah ku nanti-nanti tiba. Ia akan menghilangkanmu dan kisahmu. Aku akan sendirian bersama malam yang tak kunjung jadi siang. Aku tak pernah mau mengungkapkan aku menyukaimu. Aku pecundang. Kini, di awal tahun dan di ujung kisah, aku terdiam, berharap tak ada air mata yang menangisimu.
0 komentar:
Posting Komentar