Jogja sore yang sejuk. Aku masih
di sekitar pelataran kampus sekarang. Menikmati indahnya Kota Pelajar ini dari
sudut kampusku tercinta. Aku bukannya tidak sengaja datang kesini, tapi aku
baru saja berlatih di sebuah Unit Kegiatan
Mahasiswa dan kebetulan jam latihan sudah selesai sejak pukul 16.45 tadi. Masih
ada waktu untuk bernafas sejenak, pikirku.
Sambil duduk-duduk santai di
sepanjang trotoar jalan utama di kampusku, di sini memang tempat yang cocok
untuk jogging sore, main sepeda keliling kampus, main futsal atau hanya sekedar
jalan-jalan dan bercengkrama bersama teman-teman. Aku memasang headset di kedua
telingaku dan memutar lagu Rocket Rocker
– Ingin Hilang Ingatan. Oh Tuhan, aku kembali merindukan dia. Sosok yang pernah
bersamaku selama empat tahun dan dia sangat mewarnai hariku selama empat tahun
itu. Merah, kuning, hijau, kelabu sampai hitam, sampai-sampai dia mulai
kehabisan tinta untuk mewarnai hidupku lagi. Katanya dia menyerah dengan semua
tingkahku.
Ah, lupakan dia Diana, batinku.
Lagu ini memang lagu andalanku saat aku ingin menumpahkan segala laraku lewat
air mata. Dia sudah menghilang di telan wanita lain dan dia bahagia. Oke, aku
juga harus bangkit. Kata-kata penyemangatku.
Kurang lebih 10 menit aku duduk
dan menghirup udara yang benar-benar menyegarkan paru-paruku. Kemudian
playlistku memutar lagu The Bird and The Worm milik Owl City, aku sedikit
berlirih mengikuti lagunya, walau tak hafal, tapi aku suka.
“If
I'm your (YOU’RE MY) boy, let's take a
short cut we remember
And we'll enjoy, picking apples in late September
Like we've done for years
Then we'll take a long walk through the corn field
And I'll kiss you between the ears”
Aku
jadi teringat pada Riko, teman satu UKM ku tadi, dia manis aku suka cara dia
tersenyum. Aku juga suka cara dia memanggil namaku. Lagu memang suka
mempermainkan emosi seseorang. Dia seolah punya kekuatan tersendiri yang
membuat seseorang yang mendengarnya terpaksa harus mengingat dan memutar memori
pahitnya, tak jarang memori manispun terputar J
Waktu
menunjukkan pukul 17.20, aku masih ingin di sini dan menikmati sore ini dengan
indah, walau sendirian, tak apalah, toh aku benar-benar menikmatinya. Akan
tetapi, di tengah kesepian ini aku mendengar seseorang yang memanggil namaku
“Diana ?”
iya kedengarannya ada yang memanggil
namaku. Aku praktis melepas headset
ku dan mencari sumber suara.
“Riko ?”
Ternyata itu Riko, Ya Tuhan, pucuk dicinta ulampum tiba, dia menghampiriku.
“Hei, ngapain kamu jam segini disini ?” Katanya, dia setengah ngos-ngosan.
“Lah, kamu sendiri ngapain jam segini belum pulang?” balasku
“Aku tadi ngerapihin alat, dasar anak-anak brass pada
berantakan naruh alatnya” dia mulai
mengatur nafas lagi dan aku tak berhenti
memandanginya
“lah kamu ngapain disini ?” tambahnya
“Aku ? Eh, cuman iseng aja kok hehe, lagi males
balik nih, jadi pengen nikmatin sore disini, lagian mumpung pulang cepet hehe”
jelasku sambil cengengesan
“Oh, terus kenapa sendirian ? Kenapa ngga ngajak temen sesama Colour Guard
?”
“Pengen aja sendiri. Lagian tadi ngga sengaja lewat sini, terus aku mutusin
buat stay disini dulu”
“Haha, lain kali jangan sendirian, kamu bisa kok ajak aku” katanya santai
Ya Tuhan, apa yang barusan dikatakan Riko ? Ya ampun, dia benar-benar membuat
aku melambung
“Tapi kalo ajak aku harus ada snacknya hehe” candanya. Aduh, dia ini serius apa
tidak sih ?
“Yeee, males amat” tukasku kesal
“Hahaha, sumpah jelek banget kamu manyunnya haha” tawanya sambil menunjuk
kearahku yang memang sedang manyun gara-gara candaanya.
“Bercanda kali, Diana” dia tersenyum. Lagi-lagi aku menyebuut namamu, Tuhan,
sungguh dia manis sekali saat tersenyum. Lesung pipit yang menghiasi wajahnya
terasa sempurna. Kulitnya yang agak hitam, alisnya yang tebal, giginya yang
rapi ah sempurna sekali dia.
Dia
juga ternyata humoris, mudah mencairkan suasana sehingga kegugupanku tidak
terlalu tersirat. Dia mulai bercerita kejadian-kejadian konyol selama latihan
tadi, kemudian dia tertawa lepas. Aku hanya tersenyum melihat tingkahnya, tanpa
dia sadari aku benar-benar memperhatikannya. Dalam-dalam, benar-benar
mempelajari setiap lekukan wajahnya sehingga wajah itu menciptakan sebuah ekspresi tawa
yang begitu indah. Ah, Riko, ternyata aku benar-benar menyukaimu, kataku dalam
hati.
Tanpa
aku sadari juga, Riko mulai menyadari bahwa aku kedapatan tersenyum tanpa
mengedipkan mata ke arahnya lalu dia menegurku
“Hey, kok senyum-senyum doang sih ?” katanya sambil salah tingkah
“Eh, hehe aku kan merhatiin kamu, kamu ceritanya semangat banget” jawabku
seadanya
“Hmm, masak sih ?” Dia mulai menggoda
“Ih, beneraan” Aku menjadi sangat salah tingkah dan tersenyum malu. Kemudian
kami tertawa lepas.
Hening
kemudian, langit Jogja menguning, taman ini pun sepi perlahan, aku masih ingin
disini, dalam situasi ini bersamamu, Riko. Ya Tuhan, jangan cepat kau akhiri sore
yang indah ini atau Kau boleh mengakhirinya tapi Kau harus menggantinya dengan
hari yang lain. Aku benar-benar mencoba bernegosiasi pada Tuhan, tapi tidak
mungkin rasanya
Di tengah keheningan, kami dikagetkan dengan
suara ponsel Riko. Riko cepat-cepat merogoh sakunya dan segera menjawab
panggilan itu
“sebentar ya” katanya, kemudian dia sedikit memalingkan badannya sepertinya
ingin menghindari kemungkinan aku mendengar percakapannya dengan si lawan
bicara, tapi aku sedikit menangkap pembicaraannya.
“Halo ?”
“....”
“Iya, sayang aku masih di kampus”
Apa ? Sayang ? Ya ampun, Riko sudah punya pacar ! Ya
Tuhan, Kau benar-benar memutarnya begitu cepat. Ingin rasanya aku menangis,
tapi tak mungkin. Riko masih berbicara
dengan kekasihnya.
“Baru beres latihan ini sama temen-temen, kamu dimana ?”
“...”
“Aku jemput ya, jangan kemana-mana sebelum aku dateng”
“....”
“Bye” Klik, dia mengakhiri telepon. Sepertinya dia akan segera mengakhiri sore
yang maha indah ini. Dia akan menemui pujaan hatinya dan aku tidak boleh
terlihat kecewa.
“Di, aku duluan yah, ada yang minta dijemput nih hehe” katanya. Benar saja
dugaanku
“Hm, cewenya yaaa” aku sedikit menggoda, tapi dalam hati aku tidak terima
“Hehe” senyumnya yang indah itu terpajang lagi, membuatku jadi lebih sakit
“Kamu cepet pulang gih, ntar kamu diculik ama penunggu taman ini lagi hehe” dia
melanjutkan dengan candanya yang membuatku hanya bisa tersenyum.
“Iya, udah sana pulang” Ah, aku bersumpah aku menyesal sekali berkata seperti
tadi, harusnya aku bekata “jangan pergi dong, aku masih pengen sama-sama kamu”
tapi itu terlalu tidak mungkin.
Dia
beranjak, berdiri dan kemudian memberiku senyuman yang manis itu lalu berkata
“Bye, sampai besok ya, jangan males latihan” dan aku hanya meresponnya dengan
anggukan. Dalam hati aku menjawab, aku tak akan malas datang kesini, selama
kamu masih mau berderma semyummu hanya untukku. Aku akan menunggumu besok,
lusa, minggu depan dan sampai kapanpun disini. Aku ingin bersamamu lagi disini.
Aku benar-benar
menyaksikan dia pergi, melihat punggungnya yang kemudian hilang di tikungan jalan.
Ah, hari ini indah, tapi begitu singkat untuk aku nikmati. Kini aku sendirian
menyaksikan pergantian sore yang hangat menjadi malam yang dingin. Rasanya aku
ingin menangis, tapi apa yang harus aku tangisi.
Aku pun mulai bernjak dari taman
itu, mulai berjalan gontai menuju tempat tinggalku yang tidak terlalu jauh dari
sini. Aku masih mengingat dan mengenang hal ajaib tadi, bisakah terulang lagi
dan tidak dalam jangka waktu yang lama, atau terulang sesering mungkin. Oh
Tuhan, Kau memang Maha Indah, skenariomu begitu rapi sehingga drama ini tidak
bisa bearkhir seperti yang aku inginkan. Ajari aku untuk kuat sekarang Tuhan,
karena aku tau, Kau Maha Pintar untuk membuatku berhenti memikirkan Riko.
Kemudian aku memasang headset lagi, memutar lagu The Way I Loved You – Selena Gomez
And it’s maybe wonderfull, it maybe
magical, it maybe everything i’ve waited for a miracle, Oh but even when i
falling love again with someone new, it could never be the way I LOVE YOU.
TAMAT