Jelas hal ini tak bisa
kuutarakan begitu saja lewat kata. Bahkan rasanya tak ada yang dapat mewakili
satu kesatuan rasa ini. Sama sekali tak ada. Aku ingin seperti ini, tapi aku
tak yakin bisa. Aku ingin seperti itu, tapi aku tak yakin rela. Tahun ketiga.
Masih saja memendam rasa? Bukan tak ingin. Sering kali rasanya aku menepis
semua keinginan dan kembali pada kenyataan. Namun, ah, sukar rasanya. Mulut
dapat berkata. Namun rasa tak bisa berdusta. Iya, jelas.
Aku tak ingin berambisi
aku ingin dia. Aku cukup tahu diri dan berdoa agar dia selalu diberi kenyamanan
dalam hidupnya. Selalu seperti itu. Mengadu pada Tuhan pun malu rasanya. Tak
ada yang dapat kuandalkan. Tak ada yang bisa jadi jaminan.
Bukan tak ingin. Ah,
keinginan selalu disandingkan dengan egoistis. Siapa yang tak ingin. Bukan
porsiku untuk mengharapkannya. Sudah dua tahun rasa ini diaduk-aduk. Entah
bagaimana lagi aku harus berbuat. Seolah semua cara telah kugunakan dan kini
hasilnya nihil. Lebih baik diakhiri saja.
Hanya satu yang dapat
aku lakukan. Hanya mendoakan semoga dia diberikan kemudahan dan kenyamanan.
Antara ingin tapi tak bisa menggapai. Bukankah lebih baik memandang dari jauh
tanpa melupakan? Karena sesungguhnya, tak ada satu momen pun yang akan hilang
dari ingatan.
1 komentar:
Seperti makan mi instan, yang memang lebih enak dirasakan daripada dikatakan. :D
Posting Komentar