Jangan menatapku seperti itu, batinku. Bukan apa-apa tapi aku takut aku menyalahartikan sikapmu. Ya. Seperti yang sering kulakukan. Seperti yang sudah-sudah. Aku bukan mudah jatuh cinta. Tapi aku terkadang menyalahartikan sikap. Ia tersenyum lagi. Malah lebih dalam. Hahaha. Kemudian ia tertawa dan mengacak rambutku dengan manis. Dasar. batinku.
"Kau terlihat seperti kucing yang basah kuyup", katanya. Aku malu. Jelas. Terkadang aku menatap dalam matanya. Menelisik sesuatu yang ia pikirkan. Apapun. Ya, terkadang rasa ingin tahunku berlebih-lebih.
"Bagiamana kalau kita menghabiskan sore ini. Mumpung cerah. Kau mau kemana?" Ia menyenggol lenganku
"Terserah saja" jawabku.
"Wanita mana, sih, yang tak pernah menjawab 'terserah' ketika ditanya. Sepertinya, semua wanita di dunia ini selalu mengucapkan kata kontradiktif itu" Ia tertawa renyah lagi
Aku sangat tahu dia. Seseorang yang tak pernah menunjukkan rasa marah atau kesal kepada setiap orang yang bahkan sering menyakitinya. Ia pernah bilang bahwa setiap manusia berhak berbuat sesuatu yang dianggapnya benar. Ia menganggap orang-orang itu benar dan menganggap yang ia lakukan benar. Ya, intinya ia menilai semua orang pasti melakukan hal yang benar, walau sebenarnya salah. Ah, manusia pelik.
"Kalau begitu kita ke kedai es krim saja. Biasanya wanita-wanita suka makan es krim" Ia berjalan kemudian. Ah, tidak semua wanita menyukai es krim. Tapi, karena aku mengatakan terserah, maka, keputusan sepenuhnya ada padanya.
Ia tersenyum lagi. Jangan memandangku dan menatapku sepeerti itu. Kau tahu aku mudah jatuh cinta. Kau juga tahu kita kini sering bersama. Jangan bersikap seperti itu. Nanti semuanya bisa salah pengertian. Aku tak mau memendam banyak luka lagi. Luka yang bahkan aku ciptakan sendiri.
Lalu siang semakin condong ke barat. Senja mulai merayap. Semoga semangkuk es krim nanti bisa mencairkan segala kekakuan yang ada pada kita, ya. Tapi, jangan memandangku seperti itu lagi. Nanti aku jatuh hati.
"Kau terlihat seperti kucing yang basah kuyup", katanya. Aku malu. Jelas. Terkadang aku menatap dalam matanya. Menelisik sesuatu yang ia pikirkan. Apapun. Ya, terkadang rasa ingin tahunku berlebih-lebih.
"Bagiamana kalau kita menghabiskan sore ini. Mumpung cerah. Kau mau kemana?" Ia menyenggol lenganku
"Terserah saja" jawabku.
"Wanita mana, sih, yang tak pernah menjawab 'terserah' ketika ditanya. Sepertinya, semua wanita di dunia ini selalu mengucapkan kata kontradiktif itu" Ia tertawa renyah lagi
Aku sangat tahu dia. Seseorang yang tak pernah menunjukkan rasa marah atau kesal kepada setiap orang yang bahkan sering menyakitinya. Ia pernah bilang bahwa setiap manusia berhak berbuat sesuatu yang dianggapnya benar. Ia menganggap orang-orang itu benar dan menganggap yang ia lakukan benar. Ya, intinya ia menilai semua orang pasti melakukan hal yang benar, walau sebenarnya salah. Ah, manusia pelik.
"Kalau begitu kita ke kedai es krim saja. Biasanya wanita-wanita suka makan es krim" Ia berjalan kemudian. Ah, tidak semua wanita menyukai es krim. Tapi, karena aku mengatakan terserah, maka, keputusan sepenuhnya ada padanya.
Ia tersenyum lagi. Jangan memandangku dan menatapku sepeerti itu. Kau tahu aku mudah jatuh cinta. Kau juga tahu kita kini sering bersama. Jangan bersikap seperti itu. Nanti semuanya bisa salah pengertian. Aku tak mau memendam banyak luka lagi. Luka yang bahkan aku ciptakan sendiri.
Lalu siang semakin condong ke barat. Senja mulai merayap. Semoga semangkuk es krim nanti bisa mencairkan segala kekakuan yang ada pada kita, ya. Tapi, jangan memandangku seperti itu lagi. Nanti aku jatuh hati.
0 komentar:
Posting Komentar