Malam yang semakin pekat. Mc Donal Sudirman jadi tempat aku menghabiskan sisa malamku *mungkin* menemani rekan yang biasa kutemani, Kiki, mengerjakan tugasnya. Untuk membunuh rasa bosanku kelak, aku membawa "bekal" novel Pengakuan Eks Parasit Lajang Ayu Utami. Terpukau. Rasanya aku ingin benar-benar menyelam bersama kehidupannya. Namun mustahil. Semua orang punya porsi. Itu yang bisa aku ambil dari limapuluh lembar pertama novelnya.
Ini bukan tentang novel Ayu Utami, atau bukan rekan yang biasanya kutemani, Kiki. Ini hanya coretan rasa membendung di hati. Perasaan nostalgia. Bertegur sapa lagi dengan orang-orang yang setahun kemarin selalu bertegur sapa denganku. Lewat sepotong pesan yang berisi pengumuman panjang, yang tak ada seorangpun diantara mereka mau membacanya sampai tuntas, bahkan di antara mereka bertanya ulang, men-SMS ulang, sekadar untuk mengetahui inti sms ku yang terlihat amat bertele-tele. Dulu, itu adalah hal yang menjengkelkan, tapi sekarang, siapa yang tahu, aku tertawa cekikikan, mengingat kegiatan rutin tempo lalu itu terulang lagi.
Menjarkom. Namanya jarkom. Aku sangat senang jika ada atasan yang memberiku tugas untuk menghubungi teman-teman squad 2013 dulu. Sangat senang, akhirnya, akulah orang pertama yang menjalin komunikasi lagi dengan mereka yang memutuskan untuk keluar dari rutinitas kemarin. Senang rasanya jika aku menanyai kabar mereka, tanggapan mereka, dan respon mereka. Bermacam-macam memang tanggapan yang ada. Ada yang ketus, ada yang excited, ada yang biasa saja, bahkan ada yang tak merespon sama sekali. Itu memang tanggapan yang biasa aku alami setahun kemarin, rutin sekali. Namun, setelah semua roda berputar dan semua keadaan berproses, aku harus menerima kenyataan, aku harus mengakhiri semuanya. Terpaksa sekali. Aku harus merelakannya.
Terhitung sejak tanggal 3 April. Aku resmi melepas rutinitasku. Sejak saat itu, aku hidup dalam nostalgia basi. Kini, seharusnya aku tak lagi mengungkit kejadian pahit itu. Tak lagi menangisi hal basi yang nantinya tangisan itu bakal aku tertawakan.
Kemudian malam semakin malam, aku sibuk berkutat dengan sosial mediaku, sementara rekan yang biasa kutemanipun sibuk berkutat dengan tugas refleksi wisata luar negeri dalam terapannya di dalam negeri. Kami benar-benar sibuk dengan layar masing-masing, walau sesekali kami bertanya, diam, atau sekadar menenggak minuman yang tadi telah dipesan *walau aku tak bisa menenggaknya lagi karena sudah habis*
Ini bukan sebuah ketikan yang penting. Namun, aku berusaha menahan emosi dan airmata lewat tulisan murah ini :')
McD Sudirman, dengan tawa anak-anak yang bikin muak
Ini bukan tentang novel Ayu Utami, atau bukan rekan yang biasanya kutemani, Kiki. Ini hanya coretan rasa membendung di hati. Perasaan nostalgia. Bertegur sapa lagi dengan orang-orang yang setahun kemarin selalu bertegur sapa denganku. Lewat sepotong pesan yang berisi pengumuman panjang, yang tak ada seorangpun diantara mereka mau membacanya sampai tuntas, bahkan di antara mereka bertanya ulang, men-SMS ulang, sekadar untuk mengetahui inti sms ku yang terlihat amat bertele-tele. Dulu, itu adalah hal yang menjengkelkan, tapi sekarang, siapa yang tahu, aku tertawa cekikikan, mengingat kegiatan rutin tempo lalu itu terulang lagi.
Menjarkom. Namanya jarkom. Aku sangat senang jika ada atasan yang memberiku tugas untuk menghubungi teman-teman squad 2013 dulu. Sangat senang, akhirnya, akulah orang pertama yang menjalin komunikasi lagi dengan mereka yang memutuskan untuk keluar dari rutinitas kemarin. Senang rasanya jika aku menanyai kabar mereka, tanggapan mereka, dan respon mereka. Bermacam-macam memang tanggapan yang ada. Ada yang ketus, ada yang excited, ada yang biasa saja, bahkan ada yang tak merespon sama sekali. Itu memang tanggapan yang biasa aku alami setahun kemarin, rutin sekali. Namun, setelah semua roda berputar dan semua keadaan berproses, aku harus menerima kenyataan, aku harus mengakhiri semuanya. Terpaksa sekali. Aku harus merelakannya.
Terhitung sejak tanggal 3 April. Aku resmi melepas rutinitasku. Sejak saat itu, aku hidup dalam nostalgia basi. Kini, seharusnya aku tak lagi mengungkit kejadian pahit itu. Tak lagi menangisi hal basi yang nantinya tangisan itu bakal aku tertawakan.
Kemudian malam semakin malam, aku sibuk berkutat dengan sosial mediaku, sementara rekan yang biasa kutemanipun sibuk berkutat dengan tugas refleksi wisata luar negeri dalam terapannya di dalam negeri. Kami benar-benar sibuk dengan layar masing-masing, walau sesekali kami bertanya, diam, atau sekadar menenggak minuman yang tadi telah dipesan *walau aku tak bisa menenggaknya lagi karena sudah habis*
Ini bukan sebuah ketikan yang penting. Namun, aku berusaha menahan emosi dan airmata lewat tulisan murah ini :')
McD Sudirman, dengan tawa anak-anak yang bikin muak
0 komentar:
Posting Komentar