skip to main | skip to sidebar

About me

Foto Saya
Fraintika Anggraeni
Fraintika Anggraeni kerap disapa Weje, Atun, atau Tuk-tuk. Punya persepsi sendiri tentang segala hal, tapi selalu terbuka terhadap persepsi orang lain. Tiap tahun ada masanya. Tiap masa ada tahunnya. Belajar legowo dan terima kenyataan :)
Lihat profil lengkapku

Subscribe To

Postingan
    Atom
Postingan
Semua Komentar
    Atom
Semua Komentar

Kalendar

research paper essay Free Calendar

Clock clock

Archivo del blog

  • ► 2017 (7)
    • ► September (1)
    • ► Agustus (1)
    • ► Januari (5)
  • ► 2016 (13)
    • ► Desember (4)
    • ► April (1)
    • ► Maret (3)
    • ► Februari (2)
    • ► Januari (3)
  • ▼ 2015 (14)
    • ▼ September (2)
      • Tentang Aku, Kamu, Kami, dan Semua Cerita yang Kit...
      • Salam untuk Sub-Unit Sungkung 1
    • ► Juni (2)
      • Halo.
      • CUZZZ
    • ► Mei (2)
      • HUJAN
      • FRAINTIKA ANGGRAENI. MENURUT PANDANGAN SASTRA INDO...
    • ► April (2)
      • Perjanjian.
      • Seharusnya
    • ► Maret (2)
      • Kita adalah . . . .
      • Kala
    • ► Februari (4)
      • Bukan Kata Tetapi Rasa
      • JANGAN
      • Atmosfer
      • Berkemas
  • ► 2014 (49)
    • ► November (2)
    • ► Oktober (2)
    • ► Agustus (3)
    • ► Juni (11)
    • ► Mei (4)
    • ► April (11)
    • ► Maret (6)
    • ► Februari (4)
    • ► Januari (6)
  • ► 2013 (40)
    • ► November (5)
    • ► Oktober (3)
    • ► September (3)
    • ► Juli (3)
    • ► Februari (23)
    • ► Januari (3)
  • ► 2012 (30)
    • ► Desember (1)
    • ► November (11)
    • ► Oktober (6)
    • ► September (12)
  • ► 2010 (2)
    • ► November (1)
    • ► September (1)

Label

  • Cerpen (2)
  • Curhats (30)
  • Informatif (2)
  • Me and My Friends (7)
  • Owl City Lyrics (5)
  • Puisi (11)

Followers

Diberdayakan oleh Blogger.

Info

Rumah Dijual di Bintaro

Pengunjung

27846

Lencana Facebook

Fraintika Anggraeni

Buat Lencana Anda

F R A I ' S

Ketika perkataan bisa berubah di lidah, namun dalam aksara, kata akan tetap sama :)

Rabu, 09 September 2015

Tentang Aku, Kamu, Kami, dan Semua Cerita yang Kita Sebut KKN.

Tanggal 29 Juni 2015. Hari yang membuat aku dan mungkin beberapa orang di antara 25 orang lain di kelompokku merasaberat untuk menghadapi kegiatan itu. Selama kurang lebih dua bulan kami mulai belajar mengenal satu sama lain sebelum akhirnya kami bergabung dan bersatu di dalam sebuah kegiatan di pulau orang. Hampir semua belum pernah kesana. Kami sama sekali buta.

Desa Sungkung, Kecamatan Siding, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat.

Kami hanya mendengar bahwa di sana merupakan daerah perbatasan. Berbatasan langsung dengan Kuching, Malaysia. Tantangan, batinku, Memang aku sendiri yang mau ke sana dan membuat cerita ke sana. Memang pada mulanya aku ingin pergi KKN ke daerah perbatasan. Awalnya, aku memilih daerah di Sulawesi Utara, Sangihe, tapi, Tuhan memang memiliki rencana yang dahsyat. Aku tidak diterima di sana dan kemudian aku kembali mendaftar di kelompok lain. Iseng, ada desa bernama Lhi Buei. Aku mengirim CV, kemudian, ya, jadilah aku seperti ini. Mengenang semua perjalanan. Dari mulai briefing dan gathering bersama, main, jualan, kumpul, rapat, kopi merapi, sampai akhirnya kami tiba pada tanggal 29 Juni 2015.

29 Juni 2015, kami berangkat menuju Pontianak dari Bandara Adisutjipto, Yogyakarta. Kami berkumpul pukul 16.00 dan pesawat lepas landas pukul 18.00. Pukul 19.30 kami sampai di Bandara Supadio, kemudian kami langsung bertolak ke rumah dinas Wakil Walikota Pontianak menggunakan Bis DAMRI yang telah kami pesan sebelumnya. Setelah dijamu, kami diizinkan beristirahat di mess PSSI Pontianak sebelum akhirnya kami berangkat menuju Bengkayang.

Keesokan harinya, kami berangkat menuju Bengkayang menggunakan bis, kami menyebutnya bis kardus. Bis sejenis Kopata atau Metromini. Perjalanan menuju Bengkayang memakan waktu sekitar 7 Jam. Pukul 13.00 kami sampai di Kantor Dinas Pendidikan Bengkayang, kemudian kami melakukan audiensi dengan pemerintah setempat. Antusias pemerintah setempat sangat besar. Mereka senang kami bersedia ditempatkan di desa Sungkung. Bukan masalah untuk kami. Kami pun demikian. Kami senang bisa mempunyai kesempatan untuk mengunjungi dan menjalankan tugas di sana.
Foto Bersama setelah Audiensi

Setelah Tiba di Bandara Supadio, Pontianak

Perjalanan Udara, Menunggu Senja

Foto Bersma dengan Keluarga Wakil Walikota Pontianak.


Setelah itu audiensi, kami diizinkan beristirahat dua hari di kediaman seorang pejabat di sana. Masih di kawasan Bengkayang, di Kompleks Dinas. Suasana panas, minimnya air, dan puasa, membuat kami tidak melakukan aktivitas apa-apa. Kami hanya bercengkerama, nonton film, main uno, main gitar, dan tidur. Hanya itu saja yang kami lakukan. Hingga akhirnya, setelah dua hari, kami di jemput lagi oleh bis kardus dan bersiap memulai perjalan menuju desa Sungkung.

Tapi, perjalanan kami belum selesai sampai di situ, walaupun desa Sungkung berada di Kabupaten Bengkayang, namun, untuk menuju ke sana kami harus menuju ke Entikong terlebih dahulu sebelum akhirnya kami bisa ke Desa Sungkung.

Pukul 13.00, bisa kardus datang lagi menjemput. Perjalanan Bengkayang--Entikong ditempuh dalam waktu 7 Jam. Kami mulai berangkat sekitar pukul 15.00
 dan sampai di Entikong pukul 22.00. Di Entikong, kami menginap di Hotel. Hotel Bintang Kiki namanya. Kami bermalam di sana, sebelum akhirnya kami menuju ke Desa Sungkung.

Di tengah perjalanan menuju Bengkayang.

Sesaat sebelum memulai perjalanan menuju Entikong.
Di depan rumah Pak Eveng

Sebelum mengawali perjalanan menuju Desa Sungkung.
Di depan Hotel Bintang Kiki, Jalan Raya Malindo

Foto Bersama Bis Kardus sebelum Pergi ke Entikong

Ya, jika aku tuliskan di sini, tak akan cukup hanya sehari dua hari membacanya, dan sehalaman dua halaman menulisnya.

Itu merupakan sedikit cerita aku yang mewakili kami, Tim KKN PPM UGM Unit KTB-01. Desa Sungkung Kompleks, Kecamatan Siding Kabupaten Bengkayang.

Aku akan melanjutkan cerita-cerita itu, lain waktu :)

Diposting oleh Fraintika Anggraeni di 12.33 0 komentar

Selasa, 01 September 2015

Salam untuk Sub-Unit Sungkung 1

Terima kasih untuk dua bulan ini, Kesayangan-kesayangaku, Jangan pernah berpikir kalau kita akan berubah. Pikirkanlah kita adalah kita yang dua bulan kemarin telah bersama. Terima kasih atas cinta, cita, dan cerita yang telah kaubuat. Terima kasih telah menasihati, menemani, mendengarkan, memperingatkan, dan memberi aku sedikit ruang di hatimu. terima kasih telah meletakkan namaku dalam daftar nama orang-orang terkasihmu.

Cerita yang dua bulan kemarin tidak akan pernah bisa digambarkan dan diutarakan. Aku menyayangi kalian semua. Sissies, Supir Helikopter, Balung Tuo. Tetaplah seperti ini sampai kita lupa bahwa kita direkatkan oleh sebuah situasi.

Aku ingin kita seperti ini. Tak ada sekat. Seperti langit dan laut yang benar-benar biru.

Rindukanlah aku seperti aku merindukanmu. Doakanlah aku seperti aku menguntai kata dan napas dan memohon agar kita semua menjadi sebuah kesatuan yang tak akan terpisahkan.

Aku menyayangi kalian, Sub-Unit Sungkung 1 :)
Diposting oleh Fraintika Anggraeni di 11.35 0 komentar

Senin, 22 Juni 2015

Halo.

Untuk seseorang yang kurindukan senyumnya.


Halo. Selamat menjalani hari yang semoga menjadi hari yang menyenangkan bagimu. Aku seseorang yang mengenalmu. Aku yakin kamu tidak mengenalku. Hanya sebatas mengetahui “oh, iya” tanpa mengetahui namaku, bahkan. Tidak semudah itu menangkap rasa dan menerima kenyataan bahwa… bahwa dunia ini begitu hebat. Hebatnya, bisa membuat seseorang tak saling mengenal tapi bisa mengalirkan sesuatu prasangka yang hahaha. Aku menerima sekali saat aku mengetahui ternyata kau adalaah kekasih dari temanku. Ya mau dibuat seperti apa. Aku tak bisa berkata apa–apa. Kau toh tak mengenalku. Aku hanya tak ingin jatuh terlalu dalam lagi. Cukup hanya di permukaan, di ujung jalan. Hahaha, aku bukan anak remaja labil yang belum terbiasa menghadapi hal yang demikian. Sudah beberapa kali. Yang sekarang aku tak akan mengumbar. Cukup aku dan orang di sekitarku yang tahu. Dan aku tak memungkiri bahwa… bahwa aku selalu merindukan senyummu. Ya itu saja. Terima kasih telah membuat aku terpesona. Kamu cukup memikat. Terima kasih
Diposting oleh Fraintika Anggraeni di 14.43 0 komentar

Rabu, 17 Juni 2015

CUZZZ

Sering aku ngerasa kalo lingkungan di sekitaran aku sekarang selalu memandang aku salah, lemah, dan negatif. Kalopun ada yang berpikiran positif, itu karena mereka sudah dekat sama aku banget atau merasa ngga enak hati sama aku. But, aku dominan merasa ditekan dan ditekan. Tapi aku selalu mikir lagi, toh lingkungan ini sarana belajar, semua yang terjadi di sini sama dengan semua yang terjadi di dalam kelas. ngga lebih dari satu atau dua semester ketemu. setelah itu, sudah lupakan. Lelah pasti lelah, kesel, cape, ngebatin, udah jadi makanan sehari-hari. Bahkan untuk meluapkan emosipun harus "bermain cantik, bullshit banget, gaes. Aku capek kalo harus kucing-kucingan dan ngga tau harus kemana tempat bercerita selain ke Tuhan.

Kadang kalo lagi kesel pengennya ngeblog, tapi ya gimana, baru mau nulis, pikiran negatif itu langsung aku paksa untuk menghilang. Sebenernya, aku merasa kurang di sana-sini. Aku sadar banget kok, aku juga sadar, walau aku sudah sadar akan kekuranganku, tapi aku ngga berusaha buat memperbaikinya. Aku selalu punya pikiran bahwa, ini sudah terlambat buat memperbaiki, padahal aku tau kalo ngga ada yang terlambat di dunia ini, atau, lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali.

Ya, aku tau semua kekuranganku. Aku juga tau semua orang melihatku dari kekuranganku aja. apa jangan-jangan hidup gue cuman kekurangannya aja ya hahahah.Sebeneranya gue melakukan semua ini tanpa beban, maksudnya aku ngga pernah melakukan hal ini pake pikiran dan ngoyo banget, tapi ternyata, banyak yang yang minta perhatian sama gue haha. Sampe kalo gue ngilang karena sesuatu yang lain mereka nyariin dan ngga terima, bahkan sampe nyela-nyela, Aku selalu memberi kalian 1000 pemakluman, gaes.Tapi masa kalian malah pada ngelunjak e. Hahaha. ngga ngarepin dimaklumin juga sih, cuman, coba mbok ya bersimbiosis mutualisme wkwkw.

Aku selalu sakit hati dan langsung mikir negatif saban ada yang ngecap gue jelek, such as "Anjir, lo ngapain ja e sampe kaya gini aja ngga selesai" misalnya. Ya emang gue juga selalu menunda-nunda sih. yaudah sih itu emang salah gue juga wkwk tapi ayolaaaah~ masa gue dikira ngga ngapa-ngapain, kalo ada yang nngecap kaya gitu ya mending gue beneran ngga ngapa-ngapain kan. Atau, "Eh, tolong kasih tau ini ini ini bla bla bla yha. kamu jangan kaya tukang nyeklis aja" wanjeeeer~ gue dikata tukang nyeklis. Berarti selama ini dia melihat gue cuman nyeklis aja dong. Padahal i do more than that. Tapi kalo ngga dilihat ya ngga apa-apa,

Mungkin aku dilahirkan dengan sifat ngga punya beban hidup. Maksudnya, aku percaya kalo hidup ini ngga perlu dipikirin. Toh, semuanya akan segera berlalu, Dan hidup itu semuanya serba sarana belajar. Jadi kalo lagi ada di suatu tempat, galilah ilmu sebanyak-banyaknya. Tapi ngga usah dipikirin, toh kalian cuman belajar wkwkwk.

Ya, itu aja sih sebenernya. aku lagi keki banget dengan orang-orang yang menekan dan mengekang kebebasan uwek. Aku merasa dikebiri, gaes. Hahaha. Bikin cerpen dibatesin 1500 kata aja merasa ngga lelausa, apalagi hidup yang dibates-batesin. Mungkin tujuannya buat menasehati, but, kalo gitu mah no respect banget.

Ah, sudah ah, aku yakin, postingan ini ngga akan lama di sini sebelum ada yang mengoreksi "Kamu ngga boleh gitu. Yuk dihapus" Hahaha. BHAAAAY :*
Diposting oleh Fraintika Anggraeni di 14.30 0 komentar

Rabu, 27 Mei 2015

HUJAN

Aku akan selalu membenci hujan ketika ia muncul sebagai sosok penghancur. Aku pun akan selalu memujanya ketika ia muncul saat menyejukkan. Ia tak akan selamanya berteman baik dan menghancurkan asa. Itu hanya bergantung pada suasana batin. Ah, hujan mengapa engkau datang kembali? Aku belum merindukanmu. Bisakah kau datang bila telah saatnya tiba? Aku masih ingin bermesraan dengan senja yang hangat, dengan angin dan kicau burung, dan sinar mataharti yang membasuh hati kemudian menenangkannya. Aku rindu bau sore. Aku sudah hapal bau dinginmu yang sudah sekian waktu menemani spagi siang sore malamku. Aku masih belum merindukanmu.
Diposting oleh Fraintika Anggraeni di 17.43 0 komentar

Jumat, 08 Mei 2015

FRAINTIKA ANGGRAENI. MENURUT PANDANGAN SASTRA INDONESIA UGM 2012

-Asik diajak seru-seruan dan ngobrol, luve yaaa!! (Kamu juga asik banget kok, Sist. Luve ya tooooo)
-Sibuk sama MB, tapi ttp asik (I’ll try to balance them, Sist)
-Aktivis MB, Cool ( (((Aktiviiiis))) Thank you)
-Atun! Pejuang MB! Keren! (I’ll do all my best for my beloved family, you too)
-Lebih bergaul dong ya (Iya, Ul *Kayanya Uul* gaulin aku dong, Sist wkwk)
-Perkasa Abis!! (Sudah lemah nih berbi. Sudah tak seperkasa dulu wkwk)
-Seru. Setia kawan (Ah, sista bisa aja wkwk)
-MB banget, suka lemot, bodynya bagus terutama kaki *envy (Iya nih, di mana-mana juga w mah emang lemodz abizzz, kudu di-upgrade biar ngga lemot lagi tapi susah, Sist wkwkw. Hahaha, but, thank you, Nov. Coba ikut MB deh, kakinya anak MB kaya w semua lho wkwk)
-Setia! Paling setia sama MB! Suskes tik! *setuju luv your legs* (Iya, nih, Nies. Setia banget. Sayangnya belum ada yang mau disetiain *eh* haha. Daftar MB langsung ya wkwk)
-Jangan MBan mulu tun. (Iya, Bang. Pengennya juga udahan tapi udah terlanjur cinteh matek nips haha)
-Dah wangi lo sekarang ^_^ Buru punya pacar, Sist (Iya nih, udah mulai menata diri jadi berbi wkwk. Doain semoga cepet dapet jodoh deh w wkwk)
-Jan menor-menor, sist (Emang w menor beudz ya. Maapin kecantikan berbi, Sist/Bang)
-Semangat kuliah kocak. (Iya, Bang. Semangat kok --,)
-Cowok berahim!! :D
 Ketek ! Hahaha (Masih aja, Fidz wkwk. Udah jadi cewek kok w wkwk)
-MB sampai mati (Aamiin)
-Sering kumpul dong (Iya, Maaak. Berusaha kok. Apa sih yang ngga buat kamuh :* wkwk)
-Atun power..laki.. fearless (Woooosssh kamu masih belum melihat kecantikanku, po? Wkwk. Always lakik ya kayanya w)
-Jangan malu menujukan ketekmu :p (Ketek w udah punya fanspage sendiri kok. Gue aja kalah tenar ama ketek w)
-Sabar ya tun (Selalu kok, Sist :”) dunia emang kejam, ya :”) )
-Jangan bosen ya tun buat gabung dengan kami (NEVER. I LOVE YOUUU. Jangan kucilkan daku ya wkwk)
-MB mulu Tun. Hehe. Mangat yak (Iya nips. Kecemplung di situ wkwk. Terima kasih. Semangat juga buat kamu J)
-MB sampai mati (Aamiin, Ler. Wkwk)
-MB mulu sis, btw magicom udh balik wkwk (Iye, nih, Hen. Pegimane lagi deh ya udah cinte wkwk)
-Jangan MB terus, udah tuak! Semangat ketek !! =P (Iye, Meh. Janji ini yang terakhir hehe. Semangat  juga soimewh :*)
-Sist, MB nya mau sampai kapan? (Sampai maut memisahkan, Sist. Kayanya dia jodohku, Sist :P)
-MB mulu tun :p sukses yak! Kocak abis! (Iya, MB nya nangis kalo aku tinggal wkwk. Aaminn. Sukses juga buat sistaaa~)
-Seru, baik, MB 4ever (Ah, masaaaa :p)
-Marching Band, deng deng dung jes! (Iya, gimana kata sistah aja wkwk)
-Makasih kadonya :D rame dan asik (Sama-sama Amel anak baik, pinter, solehah, rajin menabung. Kalo UAS aku nyontek boleh dong yaaa wkwk)
-Kita main di pantai lg yuk . . (AYOOOOOOK!!)
-Semangat MB tik. (Semangat menjalani hidup, SistJ)
-Semangat MB tik. (2) (Semangat menjalani hudup, SisJ) (2)
-Sabar ya, Tik, jadi korban bully (Sudah biasa, Sis :”))
-Semangat di MB ^_^ (Semangat di kehidupan nyata, Sis J)

Indrayanti, 1 Mei 2015


Love you, SASINDO 2012. Lulus Bareng, yaaaa~
Diposting oleh Fraintika Anggraeni di 16.59 0 komentar

Selasa, 28 April 2015

Perjanjian.

Selamat menatap senja. Di hari yang cukup membuat nyaman segala makhluk. Semoga nyaman ini selalu berkerabat dengan tiap insan.

Mungkin ini yang namanya kenikmatan. Yang akan dirindukan di satu atau dua tahun yang akan datang. Entah mengapa, beban yang teramat berat ini tak membuat aku menyerah. Mungkin ini  yang namanya konsekuensi. Perjanjian yang telah kubuat sendiri. Perjanjian yang telah kusetujui. Aku meminta, Tuhan memberi. Maka, jadilah seperti kini. Walaupun terseok, aku pantang mengeluh. Pantang menangis. Pantang menyerah. Entah apa yang membawaku ke arah ini. Dengan segala kegundahan hati yang aku pun tak tahu harus kutumpahkan pada siapa kekacauan ini. Sebenarnya aku merasa teramat sendiri. Aku merasa aku terjebak dalam situasi yang aku ciptakan sendiri.

Mungkin hidup akan lebih runyam dari pada ini. Mungkin Tuhan memberi pelajar ekstra kepadaku, Agar aku lebih siap menghadapi ganasnya kenyataan, Ah, Yang penting kini hatiku sedang tersayat teramat. Sudah muak dengan segala intervensi naif. Aku hanya ingin jadi aku yang balita tak pernah ingin mengecap jadi dewasa. Tapi Tuhan telah mempersiapkan aku untuk mengetahui peliknya hidup orang dewasa.

Kata demi kata akhirnya tertuang dalam wadah ini. Aku selalu berharap ada wadah yang bisa menjadi tempatku membuang air mata dan keluh kesah, Aku yakin aku sama sekali belum siap menghadapi peliknya hidup orang dewasa. Aku masih ingin jadi balita yang tak mengerti apa-apa. Yang bebas tertawa tanpa perlu ada yang terluka. Tapi ini semua adalah perjanjian. Ini adalah konsekuensi. Aku juga percaya ini akan jadi sesuatu yang dirindukan dalam satu atau dua tahun yang akan datang. Ini namanya hidup.
Diposting oleh Fraintika Anggraeni di 16.15 0 komentar

Kamis, 02 April 2015

Seharusnya

Aku mengira kita sama-sama tahu dan sama-sama mengerti. Sama-sama paham dengan keadaan dan kenyataan. Tetapi jika perkiraanku salah, seharusnya kau tahu. Seharusnya. Dan satu hal yang disayangkan, seharusnya merupakan kata petunjuk opini. 
Diposting oleh Fraintika Anggraeni di 15.42 0 komentar

Senin, 30 Maret 2015

Kita adalah . . . .

Aku sama sekali tak pernah mau terjebak lagi. Sama sekali tak mau. Aku sudah cukup dapat mengecap yang namanya pahit, masam, dan getir. Aku sekali ini yakin kau tau semua maksudku. bahkan ketika aku memandangmu dalam-dalam. Ketika aku menghujamkan pandanganku tepat di bola mata kemudian aku berusaha menarikmu agar mengerti semua yang kukatakan lewat tatapan. Aku bahkan percaya kau sudah hapal dengan semuanya.

Ya, tapi aku sudah terlalu mengerti dengan semua ini. Tentang kalian yang pasti memiliki sisi berengsek yang tak bisa begitu saja dimaafkan.
Aku tak mau lagi terjebak. Aku akan membiarkan diriku mencair dan larut bersamamu. Walau sesungguhnya aku dan kamu itu bagai minyak dan air. Unsur utama kita tak dapat saling bersatu. Kau tahu maksudku? Aku yakin dan percaya, kau pasti tahu.

Tak ada yang kuungkapkan. Tak akan ada hal yang akan membuatku demikian. Kita akan berjalan beriringan. Entah kenapa, aku hanya ingin tertawa dan membiarkanmu tumpah padaku selalu. Betapa diksi dapat membuat kita terdiam (Kiki, 2015). Betapa situasi tak dapat terwakilkan oleh bahasa. Ya, kita hanya terdiam dalam diam. Atau hanya aku yang diam? Atau hanya aku yang ternggelam. Atau hanya aku yang . . . .

Sekali ini aku akan membiarkan nafasku larut dan membiarkanku berjalan sesuai waktu. Aku akan beku oleh waktu. Tak akan memaksamu. Karena pada hakikatnya kita adalah unsur yang tak dapat bersatu.

Diposting oleh Fraintika Anggraeni di 17.00 0 komentar

Kala

Kemudian hening dalam hitam
Tak ada pusing atau pening
Hanya diam dalam hitam
Malamnya cepat datang
Tanpa bersua senja
Harinya usai

Ia berusaha ada
Dengan energi yang nyaris tak bersisa
Entah kenapa aku diam dalam hitam
Dalam-dalam dalam hitam
Diposting oleh Fraintika Anggraeni di 16.38 0 komentar

Kamis, 19 Februari 2015

Bukan Kata Tetapi Rasa


Jelas hal ini tak bisa kuutarakan begitu saja lewat kata. Bahkan rasanya tak ada yang dapat mewakili satu kesatuan rasa ini. Sama sekali tak ada. Aku ingin seperti ini, tapi aku tak yakin bisa. Aku ingin seperti itu, tapi aku tak yakin rela. Tahun ketiga. Masih saja memendam rasa? Bukan tak ingin. Sering kali rasanya aku menepis semua keinginan dan kembali pada kenyataan. Namun, ah, sukar rasanya. Mulut dapat berkata. Namun rasa tak bisa berdusta. Iya, jelas.

Aku tak ingin berambisi aku ingin dia. Aku cukup tahu diri dan berdoa agar dia selalu diberi kenyamanan dalam hidupnya. Selalu seperti itu. Mengadu pada Tuhan pun malu rasanya. Tak ada yang dapat kuandalkan. Tak ada yang bisa jadi jaminan.

Bukan tak ingin. Ah, keinginan selalu disandingkan dengan egoistis. Siapa yang tak ingin. Bukan porsiku untuk mengharapkannya. Sudah dua tahun rasa ini diaduk-aduk. Entah bagaimana lagi aku harus berbuat. Seolah semua cara telah kugunakan dan kini hasilnya nihil. Lebih baik diakhiri saja.

Hanya satu yang dapat aku lakukan. Hanya mendoakan semoga dia diberikan kemudahan dan kenyamanan. Antara ingin tapi tak bisa menggapai. Bukankah lebih baik memandang dari jauh tanpa melupakan? Karena sesungguhnya, tak ada satu momen pun yang akan hilang dari ingatan.
Diposting oleh Fraintika Anggraeni di 11.51 1 komentar

Rabu, 11 Februari 2015

JANGAN

Jangan menatapku seperti itu, batinku. Bukan apa-apa tapi aku takut aku menyalahartikan sikapmu. Ya. Seperti yang sering kulakukan. Seperti yang sudah-sudah. Aku bukan mudah jatuh cinta. Tapi aku terkadang menyalahartikan sikap. Ia tersenyum lagi. Malah lebih dalam. Hahaha. Kemudian ia tertawa dan mengacak rambutku dengan manis. Dasar. batinku.
"Kau terlihat seperti kucing yang basah kuyup", katanya. Aku malu. Jelas. Terkadang aku menatap dalam matanya. Menelisik sesuatu yang ia pikirkan. Apapun. Ya, terkadang rasa ingin tahunku berlebih-lebih.
"Bagiamana kalau kita menghabiskan sore ini. Mumpung cerah. Kau mau kemana?" Ia menyenggol lenganku
"Terserah saja" jawabku.
"Wanita mana, sih, yang tak pernah menjawab 'terserah' ketika ditanya. Sepertinya, semua wanita di dunia ini selalu mengucapkan kata kontradiktif itu" Ia tertawa renyah lagi
Aku sangat tahu dia. Seseorang yang tak pernah menunjukkan rasa marah atau kesal kepada setiap orang yang bahkan sering menyakitinya. Ia pernah bilang bahwa setiap manusia berhak berbuat sesuatu yang dianggapnya benar. Ia menganggap orang-orang itu benar dan menganggap yang ia lakukan benar. Ya, intinya ia menilai semua orang pasti melakukan hal yang benar, walau sebenarnya salah. Ah, manusia pelik.
"Kalau begitu kita ke kedai es krim saja. Biasanya wanita-wanita suka makan es krim" Ia berjalan kemudian. Ah, tidak semua wanita menyukai es krim. Tapi, karena aku mengatakan terserah, maka, keputusan sepenuhnya ada padanya.
Ia tersenyum lagi. Jangan memandangku dan menatapku sepeerti itu. Kau tahu aku mudah jatuh cinta. Kau juga tahu kita kini sering bersama. Jangan bersikap seperti itu. Nanti semuanya bisa salah pengertian. Aku tak mau memendam banyak luka lagi. Luka yang bahkan aku ciptakan sendiri.
Lalu siang semakin condong ke barat. Senja mulai merayap. Semoga semangkuk es krim nanti bisa mencairkan segala kekakuan yang ada pada kita, ya. Tapi, jangan memandangku seperti itu lagi. Nanti aku jatuh hati.
Diposting oleh Fraintika Anggraeni di 14.37 0 komentar

Selasa, 03 Februari 2015

Atmosfer

Aku menyesap kopi putihku di ruang tengah rumah. Kedua kakiku kuangkat ke kursi. Aku memandangi selembar kertas, bukan kertas juga, sebuah surat, surat undangan pernikahan. Berwarna merah muda dengan lambang hati dan dua merpati di tenganya kemudian di dalam gambar hati terdapat dua huruf inisial kedua pengantin. Undangan lagi, batinku. Ini sudah yang kelima di bulan ini. Musim kawin mungkin. Rasanya enggan datang ke pesta pernikahan lagi, tapi itu adalah pesta pernikahan teman karibku. Pesta pernikahan yang ketiga baginya.  Kupikir ia tak secepat ini untuk menikah lagi.
Lamunanku seketika dibuyarkan oleh dering telepon genggamku. Kulihat, teman karib lainku menelpon.
“Hai, pagi, Jo! Ada apa nih pagi-pagi nelpon?” Kataku dengan nada yang memaksa semangat
“Tumben boo udah bangun. Ntar siang ketemuan, yuk. Dua minggu, Boo, ngga ketemu, sekalian nyari kado buat si Nat. Gue tunggu di tempat biasa ya”
“Hmmm. Jam satu ya. Pagi masih banyak kerjaan” jawabku dengan malas
“Oke deh. Bye, Boo”
Klik
Harus mencari kado untuk pesta perkawinan teman. Ah.
Siang meradang. terik sekali. Namun angin yang berasal dari pendingin ruangan mengalahkan segala terik.
“Kenapa sih lu gamau kawin?” Jovanka menimpailiku yang baru saja menaruh pantat di sofa sebuah kafe. Kafe langganan
“Ngga mau aja. Males. Ngeliat nyokap gue aja ribed banget deh ngurusin idup dan anak-anaknya” Aku berseloroh kemudian mengambil buku menu. Membolak-balikkan. Ah, percuma saja aku membolak-balikkan buku itu. Hasilnya pun aku akan memilih menu yang sama. Aku mendengus. Menhempaskan diri ke sandaran sofa.
“Duh, Boo, kawin itu enak lagi, gue aja ampe tiga kali. Ga betah deh single melele” Seloroh Nat. Dia memang sudad tiga kali menikah. Dua pernikahan sebelumnya kandas dengan alasan tidak cocok. Bukankah pernikahan itu sebuah komitmen? Seharusnya alasan yang demikian itu tidak jadi sebab perceraian, kan? Seharusnya Nat mempertahankannya. Entah caranya bagaimana. Dia memang player.
“Lu sih hobi. Banyak faktor yang bikin gue memutuskan untuk tidak mengikat diri bersama laki-laki. Pertama, kalo lu nikah, kan ga cuma sama si laki-laki aja, tapi sama emak bapaknya, ama adek kakaknya, ama sepupunya, ama uwak bibi pak de bu denya, ama keponakannya dan itu rumit banget lagi”
Lagi-lagi, aku mengatakan hal yang terjadi pada orang tuaku. Pernikahan itu terlalu rumit untuk dijalani. Buat apa menikah kalau ujung-ujungnya ada yang namanya perceraian. Zaman sekarang, perceraian itu seperti permen yang mudah di dapat di warung-warung . Mungkin sepuluh tahun kemudian, tidak aka nada lagi yang namanya ulang tahun pernikahan perak atau emas. Jangankan itu, untuk menikah sepuluh tahun pun rasanya sudah jarang. Dan mungkin sepuluh tahun kemudian, seseorang akan punya lebih dari dua pasang kakek nenek karena orang tuanya bercerai kemudian menikah lagi. Pernikahan itu bukan permainan anak SD yang bisa dimulai dan diakhiri semaunya.
“Ya jangan dipikir rumitnya dong, Boo. Emang lu ngga mau punya anak?”
“Bukannya ngegampangin sih, but, kayanya abege abege sekarang lebih pinter bikin anak ketimbang lu lu yang udah mau masuk tiga puluh lima. So dari pada itu bayi-bayi berujung jadi mayat yang ngga punya kesempatan hidup, kan gue bisa adopsi. Tanpa gue mengikat diri sama laki-laki, gue masih bisa punya anak kan?”
“Lagian lo ga kasian ama anak-anak lo yang orang tuanya bercerai? Mereka jadi korban utama atas keegoisan lo yang mau menikmati kenikmatan dunia sesaat” Aku menambahkan
“Duh, Boo, perasaan lu maen cuman ama kite-kite aja deh. Lu punya pemikiran kaya gitu dari mana sih. Ngeri gue”
“Hahah, sikap kita itu cerminan dengan siapa kite bergaul kali. Iya emang, lu, Jovanka, dan lu Natasya, emang temen gue dari jaman kuliah, tapi semua terjadi sejak negara api menyerang”
Mereka melengos mendengar candaanku yang renyah
“Seriusan kali, Boo” Jo menyeggol lenganku
“Oke serius. Gue memutuskan untuk tidak mengikat diri karena gue ngeliat dulu nyokap gue amat merana setelah menikah untuk yang kedua kalinya. Setelah ditinggal mati bokap, idup doi sih fun fun aja, malah dia keliatan lebih muda dan lebih energik. Tapi setelah ada manusia keparat yang datang ke kehidupan gue dan mengobral janji busuk, gue jadi males punya hubungan ama cowo. Emang sih, dulu gue paling demen banget ngegaet cowo, tapi setelah semua hal itu terjadi, gue ngerasa semua cowo sama. Sama-sama bakal nyakitin walaupun mereka baik. Dan gue yakin, setiap cowo punya sisi berengseknya masing-masing. Tapi gue yakin presentase menyakitinya bakal lebih banyak ketimbang menghargai atau menyayangi wanita”
“Ah lu mah karena belum nyoba aja” Nat menimpali kemudian ia menyeruput jus stroberinya
“Buat apa nyoba? Bukti real terjadi di sekeliling gue. Pernikahan coy masa mau dibuat coba-coba. Janji sehidup semati sama Tuhan. Tapi ujung-ujungnya pisah ranjang dan cerai. Lu aja udah dua kali cerai ama suami lu kan, Nat?”
“Ya kalo lu sayang sama laki lu, kan lu harus merjuangin, Boo” Nat menjawab. Mengapa dia tidak memperjuangkan dua pernikahan sebelumnya? Berarti dia tak sayang dengan lelaki-lekakinya terdahulu, dong.
“Ketika rasa sayang udah ngga bisa ditawar lagi. Dan rasa sayang cuman ada di mulut. Bullshit lah, sekarang aja sayang, ntar pas udah punya anak, badan udah melar semua, rasa sayang laki-laki bakal diobral sana-sini buat nyari yang lebih seksi. Tapi, lo sendiri kenapa ngga merjuangin dua pernikahan lo yang sebelumnya? hahaha” Candaku nampak renyah sekali.
“Gue ngga nyangka, Boo, lu punya pikiran kaya gitu haha, but, gue ngehargain semua keputusan lu sih. Toh, yang ngejalanin hidup kan lu. Tapi kalo mau dikenalin ke cowo yang udah mapan, calling gue aja heheh” Kata Jo
“Buat apa sih menenggelamkan diri di dalam kegelapan? Itu prinsip gue. Bagi gue, laki-laki adalah makhluk kontradiktif. Lain di mulut lain di hati. Udah tau tukang boong, masa masih dipercaya. Lagian, gue juga gamau nantinya kalo gue menikah terus punya anak, anak-anak gue tersakiti dengan sikap bokap-nyokapnya, apa lu juga mau bilang anak itu malah bikin awet perkawinan? Natasya bisa jadi buktinya”
“Intinya, gue bukannya anti ama kalian yang menikah. Gue sangat menghargai kalian kok, kalian masih mau beribadah dan punya niat baik untuk menyatukan dua keluarga jadi satu haha. Ggue cuman ngambil pelajaran dari kalian aja. Dan gue gamau kejadian-kejadian kayak gitu terjadi di hidup gue”
“Lu lebih condong ke parno dan trauma, Boo. Padahal semua laki-laki yang deket ama lu kan ga berengsek-berengsek amat”
“Mungkin lu benar, gue trauma”
Ya, mungkin ketakutan yang sedang menguasaiku. Ketakutan ini yang membuatku memandang semua lelaki sama. Ya, memang taka da manusia yang sempurna. Namun, entah apa namanya, aku sama sekali tak tertarik untuk membuat sebuah hubungan dengan lelaki. Aku hanya ingin menikmati hidupku dengan berteman. Berteman yang sesungguhnya. Karena teman dengan adanya ikatan, ikatan itu jelas akan putus sewaktu-waktu. Harus ada berapa simpul yang terjadi untuk tetap menjaga ikatan itu utuh? Aku tak mau tersakiti. Aku tak mau menyakiti.

Aku melayang dengan semua keputusanku. Diiringgi tawa renyah yang semoga selalu ada untukku, Jo dan Nat. Atmosfer ini semoga tak pernah menyakitiku, teman-temanku, keluargaku, dan semua orang di sekelilingku.
Diposting oleh Fraintika Anggraeni di 15.06 0 komentar

Berkemas


Aku mulai mengemas semua barang-barangku. Rasanya aku ingin meninggalkan salah satu saja di sini agar aku ada alasan kembali kesini. Di sini bukanlah sepenuhnya tempat yang menyenangkan bagiku. Justru sebaliknya. Di sini terekam momen-momen dan saat-saat yang paling sulit bagiku. Bagi Ibuku. Malam makin larut saja oleh dingin. Seperti gula yang perlahan hilang oleh air.
Aku menatap lagi ranselku. Sudah menggembung kini. Dua minggu terasa sekejap sekali. Ah, mengapa aku harus mengalami masa sulit ini lagi. Mengemas. Aku paling benci mengemas. Dalam suasana apapun. Bahkan aku benci dengan kata “mengemas” nya sekalipun. Kadang aku menyesali semua keputusan awalku. Tapi jika tidak begini, keadaan ini tak akan berubah malah cenderung parah.
Malam terakhir di rumah. Seperti biasa, aku tak dapat memejamkan mata sedetikpun. Detik-detik terakhir di rumah adalah momen yang sangat berharga. Sangat sayang jika dihabiskan dengan terbuai dalam palsunya bunga tidur. Selalu hendak menangis jika merasa seperti ini. Tapi, aku harusnya malu dengan semua ucapanku dulu. Aku kini merasa kehilangan saat berharga bersama Ibu. Dia makin tua dan renta. Makin cepat lelah. Ditambah tak ada seorangpun yang menemani kini. Siapa yang tak berlinang air mata kala melihat sang ibunda merana sendiri. Yang kadang terdenagr sehat dan baik jika berkomunikasi via ponsel atau pesan singkat. Ia seolah baik saja. Padahal aku kini sudah dewasa, aku jelas tau apa yang ia rasa dan ia hadapi.
Ya, tapi benar. Ini takdir, ini garis. Ini rel. Kita memang harus berjalan pada jalurnya masing-masing. Walau risau, aku yakin dia akan terus mengembangkan senyum terlebarnya demi anak-anaknya. Apa pun akan diraihnya demi anaknya, bahkan nyawa taruhannya. Walau kadang aku sangat tak setuju dengan itu. Aku masih ingin menghabiskan waktu banyak dengannya dan pasti ingin membuatnya bahagia.
Ah, hanya membayangkannya pun basah sudah pipi ini oleh riak-riak di mata. Padahal sama sekali aku tak ingin melihat wajah ibu karena itu. Karena aku tak ingin berlinang-linang. Cengeng.
Malam sudah menuju pukul tiga. Besok, mungkin aku sudah sampai di tempat tujuan dan bersiap menyambung lagi tali rejeki. Meninggalkan ia yang tak tau minggu depan harus bernaung di mana. Rumah ini sudah diminta yang punya. Meninggalkannya dalam beban yang cukup membuatnya tersengal. Entah mengapa dan ini yang membuatku tak habis pikir, ia bilang “Aku akan baik-baik saja, aku bisa tinggal di manapun. Asalkan kamu tetap tak kepanasan dan tak kedinginan” kata-kata ibu bak api yang menghangatkan es yang menjadikan es melebur. Aku masih pada riak-riak air mata dan rasa pening di kepala.
“Kau belum tidur, Nak?” rupa-rupanya ibuku terbangun. Mungkin karena aku terisak cukup keras. Aku tergesa menyeka air mata
“Aku tak bisa tidur, Ibu. Mungkin tak akan tidur” aku menjawab dengan hati-hati agar suara sengauku tak terlalu kentara. Ia hanya tersenyum dan pergi ke dapur. Aku mendengarnya menyalakan kompor. Mungkin ia hendak sahur untuk puasa sunah besok. Aku juga mendengar suara keran kamar mandi terbuka. Sepertinya ia akan salat malam. Aku masih diam menikmati waktu-waktu terakhir berada di sini bersama ibu dan melihat senyumnya.
Tak selang sepuluh menit ia kembali ke kamarku dengan membawa secangkir teh.
“Di minum, mumpung masih hangat” kata-kata itu selalu akan kurindukan. Ia selalu berkata agar lekas menghabiskan hidangan yang ia masak selagi hangat. Katanya, makanan hangat selalu terasa enak dan nikmat. Ya memang, Bu. Batinku jika ia berkata demikian.
Setelah salat malam, ia kembali ke kamarku. Ia mengecek kemasanku. Takutnya ada yang tertinggal.
“Sudah semua kan? Jangan sampai ada yang tertinggal” katanya. Aku benci kepura-puraan. Aku tau Ibu mengerti menagapa aku masih terjaga sampai sekarang. Namun, seolah ia tak mengerti apa-apa.
“Sana mandi, nanti ketinggalan bis” Aku tau ia pun amat berat meninggalkan aku. Tapi ini namanya jalan.
Aku bergegas menyambar handuk. Air dingin yang menusuk sampai tulang menyadarkanku bahwa ini adalah suratan.
Surya mulai tergelincir menuju pagi. Masih termalu-malu rupanya. Ibu menatapku. Aku memeluk Ibu dalam-dalam, lekat-lekat di ambang pintu.
“Ibu hati-hati ya. Jaga diri baik-baik. Jangan telat makan” kataku gemetar
“Aku akan merindukan ibu. Aku tak tahu kapan kita dapat berjumpa dan berkumpul lagi”
“Ibu selalu mendoakan kesuksesan, kesehatan, dan kebahagiaanmu, Nak. Jika padawaktu, kita pasti akan berkumpul  lagi” jawabnya tenang.

Aku mencium punggung tangan Ibu lama-lama, lekat-lekat. Aku bergegas melangkah sebalum mentari menampakkan wajahnya. Pagi ini cukup dingin. Namun aku akan selalu mengantongi kehangatan Ibu.
Diposting oleh Fraintika Anggraeni di 11.56 0 komentar
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda
Langganan: Postingan (Atom)

Blog Design by Gisele Jaquenod