Dengan soundtrack yang selalu itu-itu saja. Berdua Saja - Payung Teduh dan All of Me- John Legend. Aku memutar-mutar semuanya. permasalahan, kebosanan, ketidaktahuan, ketidakmengertian, dan kehilangan. Aku ada di mana sebenarnya? Aku hanya mengeluh untuk mencari perhatian orang yang aku suka, aku kira itu akan membuatnya bersimpati. Nol besar. Aku kehilangan akal sehat. Aku benar-benar di ujung, di bawah, di titik terendah. Gundah, bosan, sedih, sendiri, sepi. Apa yang aku harus aku lakukan lagi, selanjutnya, seterusnya. Niat mengabdi malah tersakiti. Merasa tidak berguna di sana-sini.
Beberapa orang menganggapku aneh. Menulis apapun di sosial media, menyebut aku berlebihan, lebay, tukang galau. Aku sebenarnya sedang mencari sesorang yang ingin aku temui, untuk berbagi, untuk memberi. Tapi, kembali lagi. Nol besar. Aku mencari seseorang, bukan Tuhan. Karena aku tahu, Tuhan selalu menbuka jalan, aku sedang mencari jalan itu. Aku ingin ada seseorang yang membantuku, seseorang, manusia, yang memapahku, memberi penerangan, membawakan kompas.
Aku punya teman. Sejak dulu, kami memang tak begitu berhubungan dengan baik. Aku harap, hanya aku yang merasakan itu, karena aku sendiri yang merasa dia amat menyebalkan. Hingga suatu hari, aku mendapat berita, salah seorang sahabatku disakiti, dijahati *ini asumsiku, entah maksud si pelaku apa* mereka menjalani hubungan hanya sekejap. Sahabatku ditinggalkannya, dan temanku menjalin hubungan dengan seseorang yang lain. Ah, apa maksudnya? walau bukan urusanku, tapi aku selalu terbawa emosi. Aku selalu bertemu keduanya kini. Selalu. Rasa aku ingin mencabik-cabik pacar baru temanku itu dan membunuh temanku yang bah, aku tak pernah punya teman sejahat itu.
Aku selalu kalut saat melihatnya. Ini memang bukan urusanku. Namun, aku benar-benar merasakan apa yang sahabatku rasakan, pedihnya sungguh. Temanku bilang ini terlalu biasa saja untuk diperumit. Ah. Rasanya ini memang bukan urusanku, tak sepatutnya aku begini. Aku sudah mencoba bersikap biasanya saja, tapi percayalah, ini sulit. Buat temanku, aku sama sekali tidak berniat mencampuri urusanmu. Aku hanya berempati kepada sahabatku yang kau sakiti.
Belum lagi, permasalahan hatiku dengan seseorang yang sekarang sudah jarang kulihat. Aku bertemu dengannya hanya di-time line. Itu pun ia sedang berbagi mention dengan seseorang yang konon ia sukai, dan seseorang itupun menyukainya. Seseorang yang kini nampak dingin. Nampak sudah tidak mengenalku. Ada dua hal, ia sedang sibuk atau ia memang muak dengan kelakuanku selama ini. Terserah, itu haknya. Namun, sejak dia tak lagi di lapangan, aku benar-benar kehilangan pegangan. Kemarin aku berasa seperti balita yang yang dipapah jalannya, kini aku mulai belajar berjalan sendiri. Ah, aku ingin terus dipapah. Aku benar-benar kehilangan pegangan, tanpanya. Ada sekelumit permasalahan yang berputar-putar, berasyik-masyuk dalam pikiranku. Biasanya aku bercerita padanya, namun kini, aku harus cerita pada siapa? Apa dia masih mau mendengarkanku? apa nanti dia tak akan bicara "Itu bukan urusanku lagi. Uruslah urusanmu sendiri" Aku harus berbuat apa kalau begini? Aku menyukainya. Aku tak ingin kehilangannya. Aku harus berbuat apa?
Lapangan yang dulu membuatku semangat dan aku menaruh separuh hatiku di sana, sekarang menjadi salah satu tempat tergersang yang pernah kusinggahi. Tak ada tawa, canda, hanya canggung dan kekesalan., Aku benar-benar tak bisa mengolah emosiku. Lapangan dulu bagai oase. Kini padang pasir. Kesakitan yang aku kira entah di mana akan berujung. Aku ingin seperti dulu. Walau tak mungkin. Setidaknya aku ingin yang kini tak seburuk ini. Aku ingin kehangatan, keseruan. Aku ingin battery seperti dulu lagi.
Beberapa orang menganggapku aneh. Menulis apapun di sosial media, menyebut aku berlebihan, lebay, tukang galau. Aku sebenarnya sedang mencari sesorang yang ingin aku temui, untuk berbagi, untuk memberi. Tapi, kembali lagi. Nol besar. Aku mencari seseorang, bukan Tuhan. Karena aku tahu, Tuhan selalu menbuka jalan, aku sedang mencari jalan itu. Aku ingin ada seseorang yang membantuku, seseorang, manusia, yang memapahku, memberi penerangan, membawakan kompas.
Aku punya teman. Sejak dulu, kami memang tak begitu berhubungan dengan baik. Aku harap, hanya aku yang merasakan itu, karena aku sendiri yang merasa dia amat menyebalkan. Hingga suatu hari, aku mendapat berita, salah seorang sahabatku disakiti, dijahati *ini asumsiku, entah maksud si pelaku apa* mereka menjalani hubungan hanya sekejap. Sahabatku ditinggalkannya, dan temanku menjalin hubungan dengan seseorang yang lain. Ah, apa maksudnya? walau bukan urusanku, tapi aku selalu terbawa emosi. Aku selalu bertemu keduanya kini. Selalu. Rasa aku ingin mencabik-cabik pacar baru temanku itu dan membunuh temanku yang bah, aku tak pernah punya teman sejahat itu.
Aku selalu kalut saat melihatnya. Ini memang bukan urusanku. Namun, aku benar-benar merasakan apa yang sahabatku rasakan, pedihnya sungguh. Temanku bilang ini terlalu biasa saja untuk diperumit. Ah. Rasanya ini memang bukan urusanku, tak sepatutnya aku begini. Aku sudah mencoba bersikap biasanya saja, tapi percayalah, ini sulit. Buat temanku, aku sama sekali tidak berniat mencampuri urusanmu. Aku hanya berempati kepada sahabatku yang kau sakiti.
Belum lagi, permasalahan hatiku dengan seseorang yang sekarang sudah jarang kulihat. Aku bertemu dengannya hanya di-time line. Itu pun ia sedang berbagi mention dengan seseorang yang konon ia sukai, dan seseorang itupun menyukainya. Seseorang yang kini nampak dingin. Nampak sudah tidak mengenalku. Ada dua hal, ia sedang sibuk atau ia memang muak dengan kelakuanku selama ini. Terserah, itu haknya. Namun, sejak dia tak lagi di lapangan, aku benar-benar kehilangan pegangan. Kemarin aku berasa seperti balita yang yang dipapah jalannya, kini aku mulai belajar berjalan sendiri. Ah, aku ingin terus dipapah. Aku benar-benar kehilangan pegangan, tanpanya. Ada sekelumit permasalahan yang berputar-putar, berasyik-masyuk dalam pikiranku. Biasanya aku bercerita padanya, namun kini, aku harus cerita pada siapa? Apa dia masih mau mendengarkanku? apa nanti dia tak akan bicara "Itu bukan urusanku lagi. Uruslah urusanmu sendiri" Aku harus berbuat apa kalau begini? Aku menyukainya. Aku tak ingin kehilangannya. Aku harus berbuat apa?
Lapangan yang dulu membuatku semangat dan aku menaruh separuh hatiku di sana, sekarang menjadi salah satu tempat tergersang yang pernah kusinggahi. Tak ada tawa, canda, hanya canggung dan kekesalan., Aku benar-benar tak bisa mengolah emosiku. Lapangan dulu bagai oase. Kini padang pasir. Kesakitan yang aku kira entah di mana akan berujung. Aku ingin seperti dulu. Walau tak mungkin. Setidaknya aku ingin yang kini tak seburuk ini. Aku ingin kehangatan, keseruan. Aku ingin battery seperti dulu lagi.
0 komentar:
Posting Komentar