Air hujan yang turun beberapa waktu lalu seolah menyerap semua kesegaran yang sedari pagi mengelus raga. Belum lagi beberapa manusia dengan tindakan yang sesuka hati melukai perasaan manusia lain. Ah, begitu stereotipnya hidup. Menghela napas, kemudian menghembuskannya kasar. Aku cukup lelah dengan semua ini. Kenyataan yang seolah bukan pada dunia nyata, dan alam maya yang menggelayuti di lorong hati.
Kenapa manusia punya perasaan. Ada yang bisa mengatur ada yang tidak. Itu sangat tidak adil bagi seseorang yang tidak bisa mengatur emosi dan perasaannya. Ini tidak jauh dari masalah yang sebelumnya. Untuk mendengar namanya saja, aku ciut. Untuk membayangkan namanya saja aku takut. Aku takut kecewa, karena jelas, kecewa akan berpihak padaku selama aku berani memendam perasaan keparat itu kepadanya.
Aku merasa salah mengartikan, salah melangkah, salah bertindak. Aku kacau. Sementara ada pihak yang menggebu-gebu ingin membuatku malu. Ada. Mungkin ini yang namanya sakit, untuk sekadar bernapaspun harus tersengal. Terasa sakit yang mendalam.
Sore mendung ini seolah mengingatkan aku. Aku masih bisa berjalan walau terus ditimpa kesulitan. Ada yang masih peduli, ketika seribu orang berusaha menyakiti. Aku masih punya sosok-sosok yang mengerti. Bukan menyalahi, bukan menyakiti. Aku tahu mereka masih ada, berusaha membuka mataku, berusaha membangkitkanku. Aku janji, seperti janjiku dulu padamu dan beberapa orang lain. Aku akan menikmati proses menyakitkan ini. Bagaimanapun, ini pelajaran ekstra berharga buatku dan aku masih percaya bahwa masalah selalu mendewasakan. Aku terus bergerak, menjauh, walau banyak yang mengolok. Aku janji, aku bisa kembali berdiri, seperti dulu, seperti biasanya.
Kenapa manusia punya perasaan. Ada yang bisa mengatur ada yang tidak. Itu sangat tidak adil bagi seseorang yang tidak bisa mengatur emosi dan perasaannya. Ini tidak jauh dari masalah yang sebelumnya. Untuk mendengar namanya saja, aku ciut. Untuk membayangkan namanya saja aku takut. Aku takut kecewa, karena jelas, kecewa akan berpihak padaku selama aku berani memendam perasaan keparat itu kepadanya.
Aku merasa salah mengartikan, salah melangkah, salah bertindak. Aku kacau. Sementara ada pihak yang menggebu-gebu ingin membuatku malu. Ada. Mungkin ini yang namanya sakit, untuk sekadar bernapaspun harus tersengal. Terasa sakit yang mendalam.
Sore mendung ini seolah mengingatkan aku. Aku masih bisa berjalan walau terus ditimpa kesulitan. Ada yang masih peduli, ketika seribu orang berusaha menyakiti. Aku masih punya sosok-sosok yang mengerti. Bukan menyalahi, bukan menyakiti. Aku tahu mereka masih ada, berusaha membuka mataku, berusaha membangkitkanku. Aku janji, seperti janjiku dulu padamu dan beberapa orang lain. Aku akan menikmati proses menyakitkan ini. Bagaimanapun, ini pelajaran ekstra berharga buatku dan aku masih percaya bahwa masalah selalu mendewasakan. Aku terus bergerak, menjauh, walau banyak yang mengolok. Aku janji, aku bisa kembali berdiri, seperti dulu, seperti biasanya.
0 komentar:
Posting Komentar